Rabu, 21 Desember 2011

PEREMPUAN DALAM LINGKARAN KUASA MEDIA MASSA


Rosita Mulya Ningsi
22 Desember 2011
Perkembangan dan kemajuan media massa tidak terlepas dari campur tangan dan keterlibatan perempuan. Hanya saja pertanyaannya seperti apakah kemudian perempuan dilibatkan dan ditempatkan dalam proses-proses perkembangan dan pertumbuhan media massa tersebut.
Media massa, apapun jenisnya khalayak sasarannya serta bentuk penyajian pasti tidak bisa lepas dari perempuan. Bahkan dapat dikatakan dimana ada media massa pasti disana ada perempuan. Secara sekilas dapat dilihat bagaimana sebenarnya perempuan menempati tempat tersendiri dalam proses memajukan dunia industri media massa tersebut.
Coba kita amati kembali, media massa jenis apakah yang melibatkan dan menggunakan perempuan, media cetak maupun elektornik. Siapapun pasar sasarannya, pasti memuat perempuan. Majalah anak-anak misalnya, pasti ada iklan untuk perempuan atau iklan yang melibatkan perempuan. Majalah otomotif, sport, apalagi majalah misteri dan majalah laki-laki dewasa, bahkan majalah hewan dan tumbuhanpun tidak lupa menjadikan perempuan sebagai salah satu unggulan isi dari media itu. Entah itu dalam bentuk iklan, artikel ataupun rubrik khusus.
Akan tetapi yang kemudian menjadi persoalan adalah, bahwa penempatan dan keterlibatan perempuan dalam media massa tersebut sarat dengan kekerasan dan dominasi atas diri perempuan itu sendiri. Bagaimana kemudian perempuan justru dilihat sebagai suatu komoditi serta daya dukung utama dalam menaikkan rating media massa, yaitu untuk menaikkan oplah maupun percepatan pencapaian keuntungan melalui iklan yang dititipkan oleh para pemilik modal.
Keberadaan perempuan yang dianggap lebih menjual, membuat media massa kemudian tertarik untuk memanfaatkan perempuan sebagai aset utama untuk mencapai keuntungan dalam proses industri media tersebut.
Pelibatan perempuan sejauh ini, masih dalam rangka eksploitasi atas diri perempuan itu sendiri, ada beberapa bentuk eksploitasi atas perempuan yang sering ditemui dalam media massa, yaitu :
1.      Eksploitasi seksual
2.      Eksploitasi psikologis
3.      Eksploitasi ekonomi
4.      Eksploitasi dalam bidang politik
Eksploitasi seksual, yang berkaitan dengan iklan-iklan ataupun artikel yang berbau sensual. Sehingga tidak jarang kita temukan, di majalah-majalah sport dipenuhi dengan foto-foto perempuan setengah telanjang maupun bugil penuh yang ditampilkan secara eksklusif. Atau juga sering sekali kita temukan di beberapa majalah justur muncul artikel-artikel yang menyudutkan kehidupan seksual perempuan itu sendiri.
Bentuk eksploitasi lainnya yang sering kita temui adalah eksploitasi pada psikologi, bagaimana sering juga kita temui bagaimana media massa mengemas dengan sedemikian rupa proses pembangunan psikologis perempuan yang membuat mereka terus-menerus merasa nyaman berada dalam ruang-ruang dominasi atas para laki-laki. Sebuah proses yang di tujukan untuk mengarahkan prilaku perempuan sehingga bisa melakukan apa saja untuk kepentingan laki-laki. Sebagaimnana misalnya kita sering temui mata acara atau kolom koran yang berisi soal tips-tips bagaimana perempuan harus menyenangkan laki-laki.
Di media lokal misalnya, di radio Swara Unib, radio Kampus yang nota bene mengusung jargon “keep Spirit Of Education” yang seharusnya melakukan proses pencerdasan pada msyarakat dan mahasiswa justru memilih untuk memperparah minimnya daya kritis mahasiswi dan masyarakat dengan mengemas sebuah amta acara yang bertajuk Think Pink, dimana dalam acara tersebut, yang muncul justru adalah tips-tips bagaimana perempuan menjaga kecantikannya, bagaimana perempuan harus berdandan dan sebagainya.
Produk-produk media massa yang seperti inilah yang saya katakan sebagai salah satu bentuk eksploitasi terhadap psikologis perempuan. ada proses penguasaan dan pengarahan prilaku perempuan secara massa di sini. Dimana kemudian perempuan tetap diajarkan untuk bertahan dalam kungkungan dan dominasi kaum laki-laki.
Dan eksploitasi yang lebih besar lagi adalah eksploitasi ekonomi, lebih jauh sesungguhnya kenapa harus perempuan yang dilibatkan. Menurut pengakuan beberapa wartawan media lokal yang sempat berdiskusi dengan saya, juga beberapa tulisan yang saya baca. Bahwa memang perempuan dianggap lebih menjual dan sebuah produk yang mengandung unsur perempuan, apalagi jika di ekspose dengan cara yang lebih sensual dan vulgar, akan mempunyai tempat tersendiri bagi para khalayaknya, dan tentunya akan lebih laris terjual. Dengan demikian artinya oplah/rating media massa mereka akan lebih tinggi. Dan itu juga artinya nilai jual dan nilai tawar media tersebut akan semakin meningkat.
Kita lihat, bahwa secara ekonomi, media massa kemudian memanfaatkan perempuan untuk menjadi alat mempercepat pencapaian keuntungan. Kalau kita pikir ulang, apa hubungannya mobil balap, mengkilap dan mewah dengan para perempuan seksi tanpa busana? Apa pula hubungannya keberadaan gua angker dengan perempuan seksi dengan bikini merah? Dan yang lebih aneh lagi, apa hubungannya belantara hutan dengan ribuan binatang buas dengan perempuan? secara langsung mungkin tidak ada hubungannya sama sekali.
Akan tetapi, justru perempuan-perempuan  cantik dan sensual yang tampilk dengan bikini, atau bahkan tanpa busana ituilah yang membuat majalah itu laku. Yang membuat media massa itu diminati.  Orang beli majalah otomotif, belum tentu mau beli mobil mewah, mobil sport atau apa. Tapi orang justru memilih untuk membeli majalah itu untuk menikmati foto-foto bugil perempuan-perempuan cantik tersebut. Dengan demikian maka jelas bahwa media massa kemudian mengeksploitasi perempuan untuk kepentingan ekonomi.
Lebih jauh, selain bicara jumlah oplah. Maka media massa juga bicara mengenai seberapa luas ruang kuasa yang dia miliki dan akan mampu dia tawarkan kepada pemilikm kepentingan. Oplah inilah yang kemudian akan menjadikan alasan utama mengapa pengiklan baik dalam hal kepentingan politik maupun ekonomi untuk menggunakan suatu media massa atau tidak.
Kalau bicara mengenai hal di atas, maka di sinilah awal mulanya proses eksploitasi perempuan dalam bidang politik oleh media massa. Saya pernah berdialog ringan dengan salah satu wartawan rakyat Bengkulu, dari dialog kecil tersebut daya dapat mengambil sebuah kesimpulan, bahwa eksploitasi seksual, ekonomi, dan psikologis remaja itu sendiri sebenarnya memang disengaja oleh para awak media. Karena hanya dengan cara itulah maka media massa akan di akui. Akan memiliki banyak oplah. Rating menjadi naik, nilai tawar meningkat. Hingga kemudian mamp[u diperhitungkan dalam kancah perpolitikan.
Baik itu kemudian di libatkan secara aktif dalam proses pencapaian kekuasaan atau mungkin sebagai alat pendukung saja. Hanya memang media massa membutuhkan ruang untuk di akui, mendapat kekuasaan untuk mengendalikan mekanisme dan sistem politik. Dan itu hanya dapat dilakukan jika posisi tawar dan nilai jual media memang sudah mencapai titik tertentu. Sekali lagi, perempuan di eksploitasi untuk kepentingan politik media massa itu sendiri.
Saya melihat berbagai fenomena diatas, sebagai sebuah lingkaran, lingakaran kuasa yang dilakukan  media massa atas diri perempuan. Dimana media massa dengan menawarkan popularitas, uang, atau mungkin berbagai iming-iming lain yang lebih gemerlap dan glamour. Telah mengeksploitasi perempuan dari berbagai sisi kehidupan perempuan itu sendiri.
Media massa yang sarat dengan muatan kepentingan baik itu kepentingan dirinya sendiri sebagai sebuah komuditas bisnis, maupun kepentingan pihak luar media untuk kepentingan ekonomi maupun politik.
Kembali lagi, ternyata di manapun. Dalam ruang apapun, perempuan tetap saja di posisikan sebagai objek. Objek atas berbagai kepentingan yang ada di muka bumi ini. Kepemtingan yang sampai kapanpun akan tetap mempertahankan posisi perempuan berada pada titik subordinat atas laki-laki.
Kesimpulan
Perempuan, dalam proses industri media massa menjadi komuditas utama untuk proses memajukan dan mencapai tujuan media massa sebagai industri yaitu mencapai keuntungan.
Lebih jauh, perempuan juga dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan ekonomi dan politik. Dan oleh karenanya perempuanterus menerus berada dalam lingkaran kuasa media massa yang berlangsung secara terus menerus, berkelanjutan dan menjadi mata rantai yang tak kunjuung terputuskan.

GENDER SEBAGAI AKIBAT DARI LEBURNYA BATAS ANTARA SIMBOL-SIMBOL PENGHARGAAN DAN KODRAT.

Bicara mengenai gender, maka kita akan dihadapkan oleh banyak sekali persoalan yang akan menganalisa bagaimana sistuasi dan relasi hubungan antara laki-laki dan perempuan di kehidupan kita sehari-hari. Di ruang manapun proses kehidupan dan bentuk-bentuk kehidupan itu dimanifestasikan. Maka fenomena mengenai gender ini muncul dan merebak dengan kentalnya.
Sebelum kita mencoba lebih jauh berdiskusi, marilah kita mulai dengan memahami dulu, apa itu sebenarnya gender. Gender secara umum di defenisikan sebagai kontruksi sosial yang mengatur perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pembedaan-pembedaan tersebut terjadi dalam berbagai lini dan ruang kehidupan manusia itu sendiri. Baik itu di ruang publik, maupun diwilayah domestik.
Pembedaan-pembedaan tersebut juga kemudian berlaku dan diberlakukan dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia itu sendiri. Berkaitan dengan peran, fungsi dan ruang-ruang kerjanya perempuan maupun laki-laki itu sendiri. Pembedaan-pembedaan tersebutlah yang kemudian menjadi penyebab utama terjadinya berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi yang memposisikan perempuan dan laki-laki dalam dua wilayah yang seolah-olah tak dapat di tembus dan dipertemukan.
Gender yang lahir dari proses kontruksi nilai-nilai sosial yang memdesain perbedaan antara laki-laki dan perempuan dengan sedemikian rupa. Menggunakan berbagai dalil dan teory untuk mendukung kebenarananya itulah yang kemudian membuat perempuan dan laki-laki menjadi hidup dalam batasan-batasan yang seakan-akan mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat.
Kalau kita coba pelajari dan analisa ulang, mengenai beberapa perbedaan yang di bangun atas perempuan dan laki-laki tersebut maka kita akan menemukan beberapa hal berikut ini.
Nilai-nilai sosial, membedakan laki-laki dan perempuan atas peran mereka, dimana laki-laki biasanya di tempatkan pada peran-peran yang identik dengan wilayah-wilayah publik. Misalnya laki-laki sebagai pencari nafkah yang harus bekerja di luiar rumah. Sedangkan perempuan lebih banyak di wilayah-wilayah domestik atau rumah tangga, seperti menjaga rumah, merawat anak. Membersihkan rumah. Menyediakan masakan dan lain sebagainya. Selanjutnya perbedaan antara laki-laki dan perempuan terletak pada posisinya. Laki-laki diletakkan pada posisi sebagai pemimpin. Sedangkan perempuan adalah manusia yang di pimpin. Atau oleh para ahli di sebut juga, bahwa laki-laki berada pada titik ordinat dan perempuan berada pada wilayah domestik.
Lebih jauh, pembedaan-pembedaan inilah yang kemudian memicu terjadinya kekerasan terhadap para perempuan. Atau mungkin tidak hanya pada perempuan, melainkan terjadi pada seluruh manusia. Bahwa kontruksi-kontruksi tersebut yang kemudian di patenkan, diinternalisasikan kemudian diwariskan secara turun termurun. Sehingga kemudian pembedaan-pembedaan tersebut menjadi garis mutlak antara perbedaan laki-laki dan perempuan.
Konstruksi sosial yang kemudian melahirkan sebuah tatanan nilai yang sering juga disebut dengan gender tersebut, sering kemudian dilanggengkan dengan mengatas namakan agama. Agama islam misalnya, banyak para ulama yang tidak sensitif gender mengatakan bahwa memang kodratnya perempuan untuk melayani suami, demikian juga sebaliknya. Kodrat laki-laki adalah mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Dan hal tersebut kemudian di dukung pula dengan beberapa dalil mereka yang mengatas namakan sunah.. hadits bahkan firman untuk membenarkan serta menghalalkan pembedaan-pembedaan tersebut sebagai tatatan yang berlaku mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat.
Mereka mencontohkan kehidupan rasulullah Muhammad SAW, untuk kemudian mempertegas bahwa perbedaan-perbedaan itulah yang sebenarnya mutlak dan berlaku secara alami dan kodrati diberikan oleh tuhan untuk manusia. Dan manusia tidak berhak untuk melanggar ataupun mengabaikannya.
Apa yang saya sampaikan ini, bukan berarti kemudian saya tidak mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi saya pikir ada semacam penggunaan dan penafsiran yang salah di sini.
Sebagaimana kemudian banyak orang, mengatakan pembedaan-pembedaan yang mereka sebut diatas adalah sebuah kodrat. Akan tetapi pertanyaan saya, seberapa paham mereka mengenai kodrat itu sendiri? Apa itu kodrat? Dalam banyak diskusi, saya menemukan pengertian kodrat secara umum, yaitu perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah digariskan oleh tuhan, oleh ALLAH atau oleh pencipta manusia dan seluruh alam ini.
Kodrat ini bersifat mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat.  Tidak dapat dipertukarkan ataupun digantikan. Sekarang pertanyaan saya, kalau seandainya seorang istri sakit, atau meninggal dunia misalnya, dapatkah suami menggantikan istri untuk memasak? Mencuci? Mengurusi pekerjaan Rumah? Dan boleh kah mereka melakukan itu?
Jawabannya tentu saja boleh, karena banyak kita temui ada banyak laki-laki yang memasak didapur mencuci pakaian, atau bahkan melakukan berbagai pekerjaan rumah. Baik itu untuk alasan menggantikan istinya atau memang dia memilih dan bersepakat untuk mengerjakan semua pekerjaan itu secara bersama-sama.
Demikian juga sebaliknya, ketika suami meninggal, sakit, atau kurang mampu memenuhi kebutuhan keluarga, bisa dan bolehkan para perempuan bekerja? Mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga?
Jawabannya tentu saja sama, karena saat ini dan sebelumnya, di zaman dulu pun banyak perempuan kita yang ikut turun ke sawah, ikut bekerja dan bahkan banyak para janda yang menghidupi sendiri anak dan keluarganya. Banyak perempuan yang juga menjadi tulang punggung bagi kehidupan keluarganya. Dan itu sah-sah saja dilakukan.
Melihat ke dua hal tersebut benarkah, bahwa pembedaan-pembedaan tadi layak disebut sebagai kodrat? Tentu saja tidak, dan itulah gender, sebuah bentukan sosial yang membedakan antara laki-laki dan perempuan yang kemudian diklaim sebagai kodrat oleh para pemilik kepentingan.
Berkaitan dengan hadits-hadits maupun sunah yang terkadang sering dicantumkan oleh para pelaku hegemoni nilai-nilai gender ini, saya melihatnya itu adalah sebagai simbol dari penghargaan saja. Coba kita ingat, apa yang akan dijawab oleh para ahli, ulama atau mungkin orangtua kita di rumah. Ketika kita bertanya, mengapa perempuan dianggap wajib melayani suaminya? Maka mayoritas mereka akan menjawab, yaah karena suami kita, ayah kita sudah lelah bekerja seharian di luar rumah. Kita tidak tahu apa yang dia alami di luar sana. Maka oleh karena itu kita harus menghormati mereka. Menyenangkan hati mereka, misalnya ketika dia pulang kerja, kita sudah menyediakan secangkir kopi, mencucikan pakainnya. Membersihkan rumah. Sehingga dia pulang ke rumah dengan nyaman dan dapat mengurangi rasa lelahnya akibat bekerja mencari nafkah seharian.
Dari jawaban mereka sebenarnya jelaslah, bahwa kita dianggap harus melayani suami ataupun laki-laki tersebut adalah sebuah simbol, simbol atas penghargaan kita kepada suami kita. dan itu tentu saja wajar, ketika memang itu masih dalam porsi-porsi yang wajar. Sekali lagi itu simbol bukan kodrat. Dan karena itu simbol maka boleh saja di rubah, sesuai dengan kesepakatan pemberi dan penerima simbol.
Dan kalau itu adalah simbol, maka perlu di ingat juga, sebuah simbol itu dibentuk untuk ditafsirkan sedemikian rupa sehingga kemudian juga akan melahirkan simbol-simbol yang sama ataupun simbol-simbol baru yang tujuannya sejalan dengan simbol-simbol pertama. Kalau simbol pertama di bentuk dan diciptakan untuk menghargai kerja keras laki-laki, maka laki-lakipun demikian, laki-laki juga di tuntut untuk menghargai perempuan, menghargai setiap jerih payah mereka.
Akan tetapi yang kemudian munculkan tidak demikian, justru sesuatu yang sebenarnya hanyalah simbol-simbol saja itulah yang kemudian di klaim sebagai kodrat. Keberadaan kodrat-kodrat sosial inilah yang akhirnya memicu terjadinya kekerasan dan penguasaan-penguasaan atas sekelompok manusia dengan menjadikan jenis kelamin sebagai alat pembeda dan pembatasnya.
Simbol-simbol penghargaan itulalah yang kemudian membuat sebagian besar manusia, dari zaman ke zaman, dari waktu ke waktu terjebak dan diajarkan untuk menikmati dan menerima berbagai bentuk kekerasan dan penindasan yang di KODRATKAN atas mereka.
Berdasarkan analisa dan pemikiran tersebut maka saya katakan, bahwa pembedaan-pembedaan yang di konstruksikan oleh budaya dan sosial tersebut sebenarnya hanyalah simbol-simbol penghargaan saja. Simbol-simbol penghargaan atas berbagai tindakan baik yang dilakukan oleh seseorang untuk kita. dan itu bersifat dinamis sebenarnya, tidak statis seperti yang diajarkan dan diwariskan pada kita oleh para pendahulu-pendahulu kita.
Dan kalau saya boleh coba melihat lebih jauh, hal inilah yang sebenarnya menjadi persoalan manusia dari abad-abad dan tahun-tahun perkembangan dan keberadaannya. kita manusia dan mungkin juga termasuk saya, terlalu terjebak dalam ruang-ruang simbol yang. Simbol-simbol yang bersifat materi, sedangkan nilai dasar yang dibawa oleh simbol itu sendiri kita lupakan.
Kita terpaku pada tugas perempuan, yaitu memasak, mencuci, serta peran laki-laki, mencari nafkah, tugas itu kemudian kita jadikan sebagai aturan dan tata prilaku yang paing benar dan paling layak, dan itu artinya mutlak. Sedangkan mengapa kita melakukan itu, dan bagaimana seharusnya semua itu dilakukan, kemudian menjadi tidak penting.
Dan tentu saja, orang-orang ataupun golongan yang merasa diuntungkan dengan hal tersebut akan berusaha sedemikian rupa untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut. Hal tersebutlah yang kemudian membuat gender dan konstruksi-konstruksi nilai yang semakin hari semakin diperkaya dan diperluas ruang kuasanya itu menjadi kodrat baru bagi manusia. Yaitu kodrat yang di ciptakan oleh manusia. Hehehehe.. manusia hebat??? Sebegitu hebatnya sehingga merasa mampu dan boleh menggantikan tugas-tugas TUHAN.

Rabu, 26 Oktober 2011

SUBLIMISASI BUDAYA PATRIARKHI DALAM PRODUK-PRODUK MEDIA MASSA


Perkembangan tekhnologi komunikasi, diharapkan mampu meretas jalan menuju pada pembentukan budaya baru di tengah masyarakat. Mampu melakukan proses konstruksi nilai-nilai baru yang kemudian dianggap modern dan diharapkan menjadi nilai universal yag kemudian aka melahirkan sebuah kebudayaan yang tidak terkotak-kotakdalam ruang-ruang etnis dan wilayah.
Sebaran media yang luas, kemudia diharapkan mampu meruntuhkan batasan ruang-ruang dan waktu yang dahulunya di anggap sebagai faktor utama penghambat perubahan. Ia perubahan bisa saja terjadi di berbagai lini kehidupan manusia, bagaimana cara manusia berbicara, bagaimana cara masyarakat membangun interaksinya dengan sesama masyarakat. Hingga kemudian abagaimana masyarakat memperlakukan alam semesta dalam proses pemenuhan kebutuhannya.
Akan tetapi perubahan demi perubahan tersebut.  Tidak kemudian melahirkan semacam perbaikan yang signifikan atas hidup perempuan. Bahwa kemudian media massa diharapkan mampu mendekonstruksi ruang-ruang dominasi kaum laki-laki atas diri dan ketubuhan perempuan. Ternyata kemudian tidak terjadi sama sekali.
Berbagai upaya yag dilakukan oleh para pejuang hak-hak perempuan, untuk mencoba keluar dari ruang-ruang dominasi nilainilai patriarki tersebut kemudian memang terkadang dirasakan membuahkan hasil yang mungkin bagi beberapa orang adalah perubahan yang baik.
Karena dengan perjuangan perempuan (kaum Feminis) selanjutanya mulai mengubah paradigma sebagian kelompok bahwa ruag hidup para perempuan tidak saja hanya dalam wilayah-wilayah domistik. Akan tetapi juga ada kesempatan ruang yang lebih luas bagi perempuan yaitu di ranah publik. Sehingga kemudian yang kita rasakan saat ini keterlibatan perempuan di ruang-ruang publik semakin luas. Banyak perempuan kita yang sudah dapat berkarir, banyak juga perempuan kita yang dipercaya menjadi pemimpin. Dan ada lebih banyak juga perempuan kita yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi pemberian kesempatan tersebut, bukan berati bahwa kaum laki-laki telah pula dengan legowo melepaskan ruang dominasi mereka terhadap kaum perempuan. Rasa nyaman mereka atas nilai-nilai budaya yang selama ini telah memposisikan mereka sebagai manusia nomer satu (the Firts sek). Membuat mereka demikian enggan untuk melepaskan status terebut.
Sehingga yang kemudian terjadi adalah bahwa mereka tetap saja mencari celah untuk tetap mempertahankan nilai-nilai patriarki tersebut, yang kemudian akan tetap di akui sebagai landasan berprilaku, bersikap dan bertindak dalam raung-ruang budaya patriarki itu sendiri.
Lebih lanjut merekapun menyadari, kalau budaya-budaya patriarki dengan format yang selama ini begitu memanjakan mereka, sudah tidak dapat dipertahankan lagi, karena ruang itu sudah di anggap kuno. Dan dengan tetap mempertahankan budaya tersebut, maka itu artinya mereka menyatakan perang terbuka pada setiap perempuan yang ada di muka bumi ini.
Dan oleh karenanya, yang kemudian dilakukan adalah bagaimana mempertahankan nilainya, budaya boleh saja berubah, tata kelakuan, pola interaksi, tekhnologi informasi dan sistem kerja boleh saja berubah. Akan tetapi tidak dengan nilai-nilai patriarki. Orang-orang yang merasa di untungkan dan memiliki kepentingan untuk mempertahankan nilai-nilai ini, kemudian mencoba mengemas nilai-nilai ini dalam ruang-ruang budaya “MODERN” tersebut.
Dan alat yang paling banyak di gunakan untuk merekontruksikan kembali nilai-nilai patriarki tersebut ke dalam ruangruang budaya baru aadalah media massa. Perkembangan media massa yang pada tahun berkembangan pesat di tahun 90-an hingga sekarang, memang sempat dirasakan sebagai ancaman bagi para patriarkal. Akan tetapi mereka kemudian tidak kehilangan akal. Mereka kemudian mulai mendesain produk-produk yang aka mendukung mereka dalam mempertahankan nilai-nilai patriarki tersebut.
Seperti kita amati, berbagai produk media masssa yang memposisikan perempuan sebagai bagian dari proses pencapaian tujuan laki-laki. Bahwa keberadaan perempuan di defenisikan sebagai bagian pendukung dari kesuksesan laki-laki. Dari produk yang bermuatan educatif, persuasif hingga entertaint. Semuanya menawarkan format budaya baru akan tetapi tetap konsisten mempertahankan nilai-nilai patriarki tersebut.
Kita ketahui kalau di era masyarakat tradisional kita, serangkaian peraturan adat, norma dan dongeng-dongeng yang mereka diceritakan para ibu menjelang tidur anak-anaknya di rasakan sudah cukup untuk membuat perempuan merasa nyaman dengan posisi mereka. Akan mampu mengkungkung perempuan pada tempat dimana mereka kehendaki.  
Akan tetapi tidak lagi dengan kondisi saat ini, perempuan kita telah lebih melek tekhnologi, para ibu rumah tangga saja menghabiskan 2/3 waktunya untuk menonton televisi ataupun mendengarkan radio, di sela-sela aktivitas mereka mengurus dan merawat rumah mereka. Dan oleh karena itu, norma-norma adat kemudian mulai di gantikan dengan produk-produk media massa.  Nilai-nilai tersebut di masukkan menjadi bagian terpenting di dalam iklan-ikla yang di sajikan media massa. Di masukkan di dalam sinetron, film, maupun berita-berita yang di sajikan oleh media massa.
Di dalam berita misalnya, bagaimana media massa mengemas berita-berita kekerasan terhadap perempuan, adalah dikarenakan salah peremuan itu sendiri. Kenapa kemudian kekerasan itu terjadi adalh murni karena kesalahan korban sebagai perempuan. Bagaimana nama-nama perempuan korba perkosaan disamarkan sedemikian rupa, seperti mawar, melati, bahenol, montok dan sebagainya. Pemilihan kata tersebut menyiratkan bahwa kondis perempuan yang cantik, bahenol, montok* dan sebagainyalah yang menyebabkan si lelaki itu merasa harus memperkosanya. Sedangkan untuk laki-laki biasanya di samarka dengan kata-kata “Kanji”, di dalam budaya kita kata-kata itu dianggap sesuatu yang tidak begitu ssalah, karena memang ke “Kanji”an itu lahir dari kebutuha biologis seorang manusia. Dengan kata lain, bahwa laki-laki memperkosa perempuan karena memang salah perempua itu sendiri mengapa cantik, mengapa bahenol, mengapa montok dan mengapa menjadi perempuan. Karena memang perempuan itu adalah alat pemuas kebutuhan laki-laki. Apa dan bagaimanapun caranya.
Contoh lain misalnya, dalam iklan-iklan yang disajikan media massa, baik itu media cetak maupun elektronik. Iklan detergent pembersih misalnya, istri cerdas pakai Daiia. Bagaimana cara mudah menaklukkan perempua, ya pake AXXE. mengapa perempuan harus pake ponds? Hanya untuk mengalihkan dunia laki-laki. Dari ilan-iklan tersebut dapat kita lihat, bahwa apapun yang dilakukan oleh perempuan adalah sebagai upaya untuk memnuhi kebutuhan laki-laki. Bahwa orientasi hidupnya adalah semata-mata untuk menyenangkan laki-laki. Sedangkan kesenangannya tidak menjadi bagian penting yang perlu diperhitungkan sebelum dia mengambil keputusan untuk memilih, atau menggunakan apa di dalam kehidupannya. Selanjutnya laki-laki juga demikian, bahwa setiap aktivitas hidupnya yang terpenting adalah bagaimana caranya bisa menaklukkan perempuan, apakah itu dengan parfum, mobil baru atau lainnya. Yang intinya bahwa apapun yang mereka lakukan di setiap waktu dan kesempatan hidupnya adalah proses untuk menaklukkan perempuan dan mempertahan posisinya pada titik ordinat atas diri seorang perempuan.
Contoh-contoh di atas adalah merupakan bentuk nyata keterlibatan media massa dalam proses melakukan sublimisasi, perubahan bentuk budaya patriarki yang dianggap kuno dan tradisional menjadi budaya dengan format yang lebih modern dan waah.. tanpa kemudian mninggalkan nilai-nilai patriarki tersebut. Sehingga dimanapun adanya, di atas ataupun di bawah, perempuan tetap saja berada dalam ruang dominasinya laki-laki.perempuan masih di aggap sebagai manusia kelas ke dua (the seconds seks) yang melakukan apapun untuk kepentingan kaum laki-laki (the Firts Seks).
 Yang kemudain sangat ita sayangkan adalah bahwa sisem perundangan kita, yang sebenarnya memiliki kuasa dan tanggungjawab penuh untuk menyelesaikan persoal-persoalan semacam itu. Kemudian juga tidak peka (red. pura-pura tidak sadar) akan kondisi ini. sehingga hingga saat ini juga tidak muncul sistem regulasi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hal-hal diatas. Yang jelas-jelas adalah bentuk pelanggaran terhadap asas hidup warga negara yaitu perempuan.
Dan oleh karena itu besar harapan kita agar kemudian pemerintah dapat mendesain dan menerapkan sistem regulasi yang mampu mengatur sistem pelaksanaan pers yang lebih berkeadilan dan sensitif gender.

Bengkulu, 26 Oktober 2011
Rosita Mulya Ningsi

Jumat, 21 Oktober 2011

ruang-ruang rindu

Aku menulis ribuan kata...
merangkainya dalam ruang-ruang sepi...
dalam dimensi-dimensi kata yang tak terlukiskan....
dan bahkan saat aku kehilangan kata-kata....
aku masih menulisnya...
menjadikannya udara yang mengisi rongga paru dan dadaku..
aku menulisnya...  dalam bait-bait kata yang menghilang....

aku mengatakannya...
pada apapun.. pada siapapun...
bahkan pada daun-daun ilalang yang mengering..

aku berbisik.....
berbisik merangkai cinta...
merangkai mimpi... dalam ruang-ruang sepi yang hanya milikku...
ruang-ruang sepi yang hanya aku bagi untuknya....
ruang-ruang sepi yang hanya ku sediakan untuknya....
ruang-ruang rindu yang tak bertuan..
ruang-ruang rindu yang ingin ku pertuankan.

Minggu, 02 Oktober 2011

Detak-detak sepatu lusuh

aku suka sekali.. saat pagi, ketika aku melangkahkan kakiku menyusuri gang sempit berdebu... berjalan menjauhi rumahku.. untuk mendapatkan angkotan umum yang akan mengantarkanku ke berbagai tempat yang akan menjadi temmanku dalam melewati hari demi hari. baik itu ke kampus maupun berbagai tempat lainnya.
aku suka sekali, saat anak-anak kecil itu berlarian keluar dari rumah mereka masing-masing kemudian mengulurkan tangan-tangan mungil mmereka, sekedar untuk mengucapkan selamat beraktivitas kepadaku.
dan aku suka sekali, saat sepatu lusuhku berdetak, mengiringi langkah kakiku. mmenyanyikan irama lagu yang mmembakar semangat pagiku. aku suka sekali. saat beberapa orang yang kutemui melemmparkan senyum mereka padaku.
aku suka sekali.. saat debu-debu pagi juga melayang mengantarkan langkah kakiku. menambah aksen lucah pada sepatuku.
aku suka sekali.

dan aku akan tetap suka, ketika matahari mulai condong ke barat, aku akan mulai menapaki lorong sempit berdebu itu... mencoba menebarkan senyumku, mengjawab sapa mmereka. dan terkadang tak jarang menegur ABG-ABG yang nyaris brantem ntah memperbutkan apa.
dan aku suka, saat anak-anak tadi pagi kembali meninggalkan aktivitas mereka, mengulurkan tangan mungil mereka. hanya untuk mengatakan selamat datang di rumah kemmbali. lalu mereka akan berebutan menceritakan apa saja yang mmereka alami hari ini.
ada aisyah, yang akan mengatakan bagaimana dia menjepit rambutnya, dan terlihat cantik dengan jepit rambut pemberianku. yang entah telah berapa lama aku berikan.
ada aldo,: yang akan berteriak memanggil teman-temannya untuk menyambutku ketika mendengar detak sepatuku menyusuri lorng sempit itu. aldo yang akan bercerita bagaimana dia tidak bermain kotor lagi hari ini.
lalu ada mas agif yang akan cerita: bagaimana dia yang pacaran sama lisa yang juga anak tetanggaku.
ada juga corie yang akan mengatakan apa saja yang dia suka tentang aku. kemudian menggantungkan tangan mungilnya di tanganku.
belum lagi sita yang menyambut aku dengan goyangan centilnya.
dan yang tidak pernah ketinggalan, adalah zahra yang akan langsung memintaku untuk menyuapinya makan. ketika detak sepatuku menyentuh lantai depan pintu rumahku.

yaah detak sepatu lusuhku, yang mengantarkanku, pada sebuah senyum. senyum yang selalu coba kutebarkan pada siapa saja. siapa saja yang kutemui di setiap waktu yang tersisa di hariku. detak sepatu yang masih setia mendampingi kaki mungilku untuk melakukan apapun yang bisa kulakukan.
yang bisa kulakukan untuk mmembuat anak-anak itu dan anak-anak yang lainnya tersenyum.
detak sepatu lusuh, yang menyanyikan lagu untuk mmendukungku. detak sepatu lusuh yang menyembunyikan diriku yang terluka. detak sepatu lusuh yang menghapus sisa airmataku semalam.
detak sepatu lusuh yang memmbuang semua rasa sepi yang ku simpan jauh di sudut terdalam hatiku.
detak sepatu lusuh yang mengajarkanku untuk belajar tulus. tulus menerima setiap takdir yang digariskan atasku.
detak sepatu lusuh yang samma... yang mamsih saja setia... meski aku tahu dia telah lelah menemaniku.

detak sepatu lusuhku yang masih mengantarkanku tegar dan kokoh.
detak sepatu lusuh yang kuharap tak pernah berhenti..

detak sepatu lusuh yang masih ingin kudengar..
meski aku bahkan tak pernah lagi dapat mendengar cerita anak-anak mungil di lorong sempit terlupakan ini.
dan detak-detak sepatu lusuh yang kuharap masih terdengar, meski aku sudah tak lagi punya jemari untuk menggenggam jari-jari mungil mereka.
detak sepatu lusuh yang tetap ada...
bahkan ketika aku.. bahkan tak mmampu lagi membawanya.. menyusuri lorong sempit berdebu ini..

Kamis, 18 Agustus 2011

laki-laki dalam cermin


LAKI-LAKI dalam CERMIN
Seseorang  pernah berkata padaku, jika suatu hari nanti kau bertemu dengan seseorang yang menarik hatimu, dan membuat kau jatuh cinta. Maka detak jam akan melambat, wajahnya akan memancarka cahaya yang berpendar. Dan kau... dan seluruh alammu akan berhenti.
Berhari-hari aku memikirkan kapan hari itu akan tiba. Saat aku benar-benar menemukan bintang yang datang dari kegelapan. Yang tubuhnya akan bersinar... dan membuat duniaku mampu berhenti.
Dan akhirnya... waktu itupun datang...
Pertama kali kumelihatnya dalam sebuah kegiatan yang di adakan di organisasiku.
Aku melihatnya......
dan benar-benar melihatnya.....,
Wajah dan tubuhnya seakan-akan mengeluarkan cahaya yang bersialaun. Hingga tak ada yang dapat kulihat selain dirinya. Ketampanannya menyihirku. Dan membuat duniaku seakan benar-benar berhenti.
Yaaaah karena dia memang tampan. Kulitnya yang sawo matang dan mulus terawat, rambutnya yang dibiarkan panjang dan tetap kribo (karena aku tidak tahu apakah dia pernah mencoba meluruskan rambutnya atau tidak). Hanya beberapa detik. Dan setelahnya semua menjadi biasa. Tak ada yang istimewa, selain sederet ketampanannya yang telah ku uraikan diatas. Sikapnya yang lembut, gentle dan penyabar mungkin cukup sebagai nilai tambah. Dan itu tetap tak berarti apa-apa bagiku.
Tidak ternyata seseorang itu salah....!!!
 Aku tidak dan belum jatuh cinta.
Aaah... kurasa seseorang itu berbohong padaku, tapi dia berkata sesuatu yang lain lagi. Sesuatu yang aku lupa karena hanya kata-kata diawal tadi yang aku ingat. Aku lupa bahwa dia juga mengatakan. Saat kau benar-benar jatuh cinta, kau akan mendengarkan kata-katanya. Menikmati setiap ekspresi yang dia keluarkan.  Tubuhmu akan melemah karena senyumnya, marahmu akan melunak karena sikapnya. Dan tangismua akan reda karena candanya.
Dan kurasa aku ingin kembali menunggu, menunggu orang yag membuatku rela menghabiskan detik-detik hidupku untuk menikmati setiap ekspresi yang muncul dari wajah dan selurh tubuhnya. menggunakan telingaku hanya untuk mendengarkan semua kata yang keluar dari mulutnya, marah, canda, tawa, juga apapun yag mungkin saja akan dia muntahkan dari mulutnya. Dan aku masih tetap menunggu..
Entah sampai kapan...
Dan bahkan akupun lupa sejak kapan aku sudah menemukannya...
Menemukan seseorang seperti itu, seseorang yang bahkan aku lupa moment pertama kali aku bertemu dengannya, aku lupa bagaimana saat pertama kali aku mengenalkan diriku padanya, atau saat dia mengenalkan dirinya padaku, aku lupa dan benar-benar lupa. Tidak ada cahaya yang berbinar saat kehadirannya, tidak ada duniaku yang berhenti saat kehadirannya.
Hanya yang aku tahu dia mengubah apapun yang ada padaku, tidak membuat duniaku berhenti, melainkan membuat duniaku berlari ribuan kali lebih cepat. Membuat tubuhku melesat lebih kuat...
Yang benar-benar aku ingat adalah, dia ada di setiap detikku, menitku, mendominasi jalan pikiran dan tubuhku mengantarkanku pada dunia-dunia yang tak pernah kupikirkan sebelumnya, dan dia membuatku benar-benar menghargai apapun yang dia lontarkan dari mulutnya.
Hanya seorang lelaki tanpa masa depan.. seorang mahasiswa yang baru lulus setelah menghabiskan jatah SKSnya.. berkulit putih, berambut gondrong, rambut yang indah, lembut dan halus.. rambut yang membuatku betah memegang dan memainkannya sesukaku. Yaah hanya seorang lelaki aneh, laki-laki yang hampir menginjak usia matang, meski tanda-tanda kematangan masih sangat jauh. Laki-laki yang akhirnya aku panggil papa.
Laki-laki yang membuat tangisku berhenti, membuat semangatku berkobar dan tak pernah padam. Dan laki-laki yang membuatku mampu menghadapi apapun rintangan yang kutemui. Laki-laki yang memanjakanku, laki-laki yang mengajariku banyak hal dan laki-laki yang memarahiku untuk banyak hal. Laki-laki yang menangis bersamaku, laki-laki yang membagi sebagian miliknya untukku, laki-laki yang memberikan sedikit kesusahannya untukku dan laki-laki tak bermasa depan yang mengajariku melihat masa depan.
Aku akan berusaha sebisaku mengingat apapun yang dia katakan padaku, merekamnya di otakku dan menolak menulisnya di secarik kertas. Karena aku ingin otakkulah yang menyimpannya. Laki-laki yang membuatku bisa melihat diriku sendiri.
Laki-laki yang mengajariku mengatakan TIDAK sekuat yang aku bisa. laki-laki yang memarahiku sesukanya. laki-laki yang memerintahku sesukanya. Dan laki-laki yang menyempatkan dirinya untuk mendengar semua keluh kesahku.
Laki-laki yang menjadi kakakku, ayahku, tepat pada saat ku butuhkan. Laki-laki yang juga menjadi adikku, yang mengizinkan aku memarahinya, laki-laki yang memintaku mendengarkan ceritanya, laki-laki dewasa yang memintaku mebantunya. Hanya seorang laki-laki biasa, pemakai sendal jepit handal, hidup tanpa beban dan mengajariku bagaimana caranya menanggung beban. Laki-laki yang bisa jadi apapun yang aku butuhkan. Akan tetapi juga laki-laki yang menolak dengan tegas saat merasa itu tidak perlu dan berlebihan. Laki-laki yang mengatakan TIDAK persis seperti apa yang dia ajarkan padaku.
Aku pikir, semua selesai.. aku tak perduli soal apa itu masa depan, toh aku telah menemukan orang yang aku tunggu selama ini... aku pikir aku tidak akan menemukan orang yang seperti itu lagi.  Hingga suatu hari semua berubah.
Tapi tidak... bukan itu yang ku inginkan, aku hanya ingin dia tetap menjadi bagian hidupku. Dia tetap ada dalam setiap desah nafasku, menjadi bagian dari jantungku, untuk membantunya memompakan darah keseluruh tubuhku serta membantu paru-paruku menghirup oksigen.
Yaaaah... dia hanya seseorang, seorang laki-laki yang memotivasi hidupku, menjadi sumber setiap stimulus yang muncul di balik ide-ide kreatifku. Hanya itu, tak ada yang begitu berarti. Melebihi dari apa yang aku ceritakan di atas, aku suka setiap kata-katanya saat memotivasiku, aku suka caranya memarahiku, aku suka caranya bercerita kepadaku, aku suka caranya memuji karyaku, aku suka caranya mengkritik pekerjaanku dan aku suka saat dia menyuruhku karena dia menyruhku melakukan sesuatu yang benar-benar aku suka.
Semuanya adalah soal karya, soal aktifitas dan soal mimpiku, mimpiku untuk masa depanku. Tidak ada yang berbeda, tidak ada perasaan yang lain. Dan aku benar-benar yakin bahwa aku tidak jatuh cinta padanya. Berulangkali aku memikirkan dan berharap kemungkinan-kemungkina untuk itu ada, tapi tetap saja, aku mengaguminya, semua yang dia lakukan. Semua yang dia lakukan untuk hidupnya, hidupku dan hidup beberapa orang di sekelilingku. Hanya itu dan kekaguman itulah yang membuatku mempercayainya.
Membuatku ingin seperti dia, dan membuatku melakukan apapun untuk dapat menjadi seperti dia....
Hanya  itu selebihnya dia adalah papaku.. dan tetap menjadi papaku sampai kapanpun....
Dan aku tidak mau seseorangpun mengubah dan menggantikan aku sebagai anaknya...
Kembali lagi seseorang itu berbohong padaku............
Lalu kapan???
Kapan???
Kapan aku akan bertemu dengan seseorang yang membuatku akan merelakan seluruh sisa hiupku untuknya...
Menghabiskan malamku hanya bersamanya..
Dan mengisi siangku hanya untuknya...
Kapan....????
Seseorang itu memang pembohong..... huuuh...
kalau saja aku bisa menggugatmu....
***
Huuufts... akhirnya laki-laki tanpa masa depan itu pergi...
Dia menemukan masa depannya, masa depan yang dia raih dari setiap ketulusannya. Ketulusannya untuk membantuku dan teman-temanku bangkit dan menemukan jalan menuju masa depan.
Papaku pergi...
Tidak akan ada lagi seseorang yang akan memarahi dengan cara yang sangat aku suka, tidak ada lagi orang yang akan mencela karyaku untuk membuatku bertindak dan melakukan yang lebih baik lagi. Papa pergi...
Dia jauh... dan terasa sangat jauh... kalau saja aku boleh memintanya.. seperti beberapa waktu yag lalu.. aku akan menangis dan memintanya jangan pergi..
Tidak, aku tidak akan melakukannya....
Aku tetap menangis, aku menghabiskan 2 atau bahkan 3 malamku untuk menangis, menangis membayangkan  betapa beratnya beban yang aku pikul tanpa dia. Menangis mengingat adik-adikku yang di tinggalkannya. Menangis untuk banyak hal.
Tapi aku tak boleh menangis untuk menahannya... dia pergi... dan benar-benar pergi, bahkan aku tak ingin mengantarnya pergi.. aku tak ingin melihat papaku perlahan-lahan meninggalkanku sendiri.
Aku kehilangan peganganku, semua yang selama ini dapat ku kerjakan dengan mudah karena ada dirinya, kini terasa sangat sulit dan berat.
Sangat berat.... !!!!
Dia jauh... kesibukkannya membuat dia semakin jauh...
Aku menangis...
Menangis untuk meminta dia tidak benar-benar pergi.
***
Aku tak ingin terus menangis, tooh stok airmataku tidak cukup banyakkan...!!!!
Aku ingin membuatnya bangga padaku anak tertuanya, dia harus bangga karena pernah membesarkan aku.  Aku ingin suatu hari nanti dia pulang dan tersenyum bahagia, karena aku bisa menjaga adik-adikku. Adik-adik yang mungkin belum bisa dia besarkan seperti dia membesarkan aku. Aku berlari, mendaki dan melompat setinggi yang aku bisa.
Aku yakin aku bisa, dan aku pasti bisa, dan aku tidak ingin menunda lebih lama lagi.
Entah bagaimana awalnya, hingga tanpa kusadari ada 3 bintang yang muncul dari kegelapan. Bintang yang benar-benar bersinar. Menjadi 3 manusia yag tak kusadari kapan datang dan munculnya, hingga tiba-tiba aku merasa mereka penting.
Sama seperti papa, akupun lupa kapan pertama kali aku menyebutkan namaku pada mereka. Dimana pertama kali aku bertemu mereka. Dan dalam keadaan apa aku saat itu, aku lupa dan benar-benar lupa. Tiba-tiba saja aku menemukan mereka di sisi-sisi kecil hidupku, sisi-sisi yang cukup  kuanggap penting.
Aku bertemu dengan laki-laki dengan perbedaan usia beberapa tahun di atasku tidak banyak bicara, tapi sangat dewasa, mendengarkan apapun yang aku katakan, melakukan apapun yang aku harapkan, menjadi pelindungku, mendengarkan tawaku, mendengarkan tangisku. Seperti apa yang pernah papa lakukan dulu.  Dan juga seperti papa, dia seorang pendengar yang baik. Yah dia seperti kakak. Yah sosok nyata seorang kakak laki-laki yang tak pernah kumiliki.
Dan seorang laki-laki lainnya lagi, laki-laki yang sedikit banyak bicara, alay bin lebay, dan penyuka kartun seperti papa. Laki-laki yang kekanak-kanakan. Laki-laki yang suka sekali bercerita. Apapun itu, membagi apapun pengalamannya padaku. Dan anehnya aku mendengarkan semua ocehannya dengan seksama, meski lebih banyak yang lupanya ketimbang ingatnya, tapi aku suka saja mendengarnya bercerita. Melihatnya begitu bersemangat saat bercerita membuatku bersedia menyediakan telingaku untuk sekedar mendengar. Walau kadang aku sangat tidak mengerti dengan apa yang dia ceritakan. Dia seperti adik bagiku, yah adik... adik yang bawel adik yang kuajak tertawa, berantem, atau tukeran benda apapun yang aku punya. Adik yang bisa mendengarku, dan adik yang sesungguhnya. Wujud nyata dari adik laki-laki yang ku impikan ada setelah che-che adik kandungku.
Dan yang terakhir, hanya laki-laki bertubuh kurus, ceking, tak bermasa depan dan sangat tidak menyenangkan. Aku terkadang bingung apa yang menarik darinya. Terkadang aku benar-benar tak tahu mengapa dia penting.
Yang aku tahu, aku suka caranya mengatakan TIDAK, aku suka saat dia menolak saat aku memintanya melakukan sesuatu.  Ya Aku suka caranya menolak.  Dan saat Dia mengatakan tidak dengan lantang dan tegas seperti papa.
Dan aku suka, aku suka caranya memarahiku, matanya akan membesar. Sedikit kata-kata yang keluar dari mulutnya entah apa itu. Tapi aku suka sekali, caranya marah akan membuatku takut dan terdiam, membuatku memonyongkan beberapa senti bibirku, dan membulatkan kedua pipi tembemku. Hingga mataku yang kecil makin tenggelam. Ekspresi yang sama, ekspresi yang sering kulakukan saat papa memarahiku. Yaaah dan anehnya hanya dengan orang-orang tertentu aku bisa menahan emosiku dan berekspresi seperti itu saat dimarahi. Dan aku suka sekali ekspresi itu. Aku suka kemarahan yang seperti itu. kemarahannya yang langsung berhenti saat melihat ekspresiku atau karena apa? yang jelas kemarahan itu tidak meledak-ledak seperti kebanyakan laki-laki yang ku kenal.
Kemarahan yang membuatku berani untuk mengakui diriku sendiri, kemarahan yang membuatku berani untuk melihat kedalam diriku dan belajar melakukan segala sesuatunya lebih baik lagi. Dan aku bingung untuk yang terakhir, aku akan menyebut dia apa?
Aku tidak berpikir bahwa dia layak menjadi kakakku, adikku, papaku, atau laki-laki yang kukagumi karena ketampananya. Karena keahliannya yang ku suka Cuma kemarahannya.  Apa aku sudah gila.. menyukai seseorang Cuma untuk dimarahi.
Apalagi menghabiskan malamku dengannya hanya untuk dimarahi...,
Atau mengisi siangku untuk dimarahi olehnya....,
Yaaaa enggaklah...
Terus apa dong...????
Tau’ Gw ajha bingung....,
Tapi aku rasa seseorang itu benar-benar bohong...
Aku rasa tidak begitu rasanya jatuh cinta.....
Jangan-jangan dia juga bohong saat mengatakan bahwa perasaan itulah yang dia rasakan saat bertemu ABAHku*
Entahlah.. apakah ibuku benar-benar bohong atau tidak... hanya saja pencarianku belum selesai.. aku masih menunggu... menunggu untuk membuktikan kata-katanya. Menunggu untuk menemukan seseorang yang mengalihkan duniaku!!!!
Kamarku, 13 Agustus 2011
03:11 Wib














SAAT SIANG benderang  SEBAGIAN lain dari bumi TERSELUBUNG GELAP
Seseorang itu kembali menipuku, pada suatu siang.. saat aku dipaksanya ikut ke kekebunnya untuk memetik sayuran. Dan aku mengeluhkan cahaya matahari yang terlalu panas menyengat kulitku dia berkata “ tahukah kau??? Saat matahari membakarmu dengan cahaya... sebagian dari bumi ini bahkan terselubung gelap dan tak ada cahaya”.
Dan bodohnya aku, kembali percaya bualannya yang konyol itu. Seseorang yang membuatku ingin menuntutnya. Kalau saja aku tak menemukan bukti bahwa apa yang dia katakan itu benar.
***
Sudah hampir 2 minggu aku beraktifitas disini, setiap hari sepulang kuliah kerjaanku adalah nongkrong di kantor kecil tapi sejuk ini. Yaah aku diterima sebagai staff database di sebuah lembaga yang menamakan dirinya Cahaya Perempuan Women Crisis Centre (CP-WCC). Sebuah lembaga yang bergerak di bidang penangan perempuan dan anak korban kekerasan di Propinsi Bengkulu. Cukup senang juga bisa ikut berpartisipasi di sini. Meski yaaah pekerjaanku sangat mebosankan. Setiap hari kerjaanku Cuma nongkrongin komputer, membolak-balik puluhan bahkan ratusan lembar kertas dan mengetiknya untuk kemudian disimpan di komputer.
Yaaah pekerjaan yang sangat membosankan bukan, mengingat aku adalah seorang focal point sebelumnya. Seorang yang memang hobinya jalan-jalan. Melakukan apa saja yang aku bisa bersama banyak orang di luar sana. Dan tentunya aktifitas kegemaranku adalah mengamati setiap individu yang aku temui. Bukan kertas-kertas lecek yang bahkan bicara saja tidak bisa seperti ini.
Benar-benar menyebalkan....!!!!!
Tapi kertas-kertas lecek itu mengingatkanku pada kata-kata ibuku, ada dunia yang gelap di balik duniamu yang terang. Dari dokumentasi dan pencatatan pendampingan yang dilakukan teman-teman pendamping CP-WCC aku tahu, hampir setiap hari seorang istri mengalami penganiayaan dari suaminya sendiri. Aku membaca, dan mengetiknya kembali, ada seorang istri yang di siram air panas oleh suaminya sendiri, ada seorang istri yang diperkosa oleh suaminya sendiri. Dan ada seorang istri yang ditendang, di pukul, diinjak, dibenturkan ke dindig bahkan di setrika seperti pakaian oleh suaminya sendiri.
Dan  dengan entengnya suaminya mengatakan, saya khilaf, saya terbakar emosi. Sementara istrinya menderita lupa ingatan, bekas luka, dan rasa sakit serta ketakutan yang berkepanjangan. Tidak tahu harus mengadu kemana dan dimana akan mencari perlindungan. Tidak ada cahaya dan dunia benar-benar gelap.
Sementara tangannya menggapai-gapai mencoba mencari pegangan, tangan dan kakinya digayuti tangan-tangan kecil yang menangis, meronta dan memohon perlindungan padanya. Tangan-tangan kecil anak-anaknya. Membuat dia semakin tak kuat untuk berjalan dan menemukan pegangan yang akan membantunya berjalan dalam gelap. Dan kemudian melangkah perlahan-lahan untuk keluar. Untuk menemukan cahaya kecil yang akan mengantarnya keluar dari kegelapan.
Tidak dia tidak mampu melakukan itu, tenaganya belum cukup untuk membimbing tangan-tangan kecil itu melangkah bersamanya. Dan tinggallah ia, bersama jiwa-jiwa mungil itu terdampar dalam gelap. Gelap yang bahkan tak diterangi cahaya bintang dan bulan sabit. Gelap dan benar-benar gelap tanpa tahu kapan fajar akan menyinsing.
Aku ingat suatu malam, di saat keheningan menyesak desa kecilku, raungan tangis memenuhi seluruh sudut kebun di sekitar rumahku. Masih terdengar suara rotan yang dibelah empat itu menghantam tubuh ibuku. Rotan yang biasa di gunakan Abahku untuk memukul lantai dan mengejutkan kami semua saat belajar ngaji. Kini tengah melecuti punggung ibuku. Punggung yang menghitam karena terbakar matahari. Punggung yang kini mulai melebam dan berwarna ungu. Punggung yang membungkuk mencoba melindungi  dan menghalangi laju rotan mengenai tubuh kami.
Punggung yang tetap bersikukuh untuk melindungi aku dan adikku dari kemarahan abah yang meledak-ledak. Sebagai akibat emosi abah yang sulit sekali dikendalikannya. Tidak.. dia bahkan tidak merintih kesakitan. Tangannya kukuh memeluk kedua tubuh kami. Hingga lecutan rotan itu berhenti dengan sendirinya. Dan dia membantu kami untuk berdiri dan menghapus airmata kami.
Tidak, dia bahkan tidak meneteskan setetes beningpun... dia kokoh.. bahkan terlalu kokoh. Seakan mengatakan pada kami, yang kau saksikan malam ini belum seberapa anakku. Ada banyak nak, ada banyak catatan hitam yang aku miliki.
catatan hitam yang aku tak ingin juga kalian tuliskan di catatan hidup kalian anak-anakku. Ini belum seberapa. Dan hal ini tidak cukup menyakitkan untuk membuatku menangis.
Emaaak... mengapa kau tidak menangis.. setidaknya dengan begitu aku tahu seberapa sakitnya punggungmu.
***
Ketahuilah setiap manusia hidup pada dunianya masing-masing. Hidup dalam dimensi dan ruang yang berbeda. Meski kadang ada motif-motif serupa yang menghiasi  kehidupan seseorang. Tapi tetap saja seseorang harus menemukan sendiri caranya untuk tetap bertahan dan kuat melebihi hidup itu sendiri.
Emakku, perempuan sederhana yang jarang sekali menangis, perempuan desa yang sangat bersahaja. Perempuan tradisional yang legowo tapi berkemauan keras. Perempuan desa yang manut tapi tidak menggadaikan hidupnya pada kehidupan. Dan perempuan desa yang berdiri dalam tidurnya. Melawan dalam pasrahnya dan bangkit dalam jatuhnya.
Dilahirkan sebagai anak tertua dari 5 bersaudara dan semuanya perempuan membuat ibuku menjadi perempuan desa yang sulit. Meskipun harta orangtuanya cukup banyak. Dan cukup berilmu sesuai dengan standar masa itu. Tidak kemudian membuat ibuku di hargai dengan sebagaimana mestinya.
Lahir di keluarga tanpa saudara laki-laki adalah keadaan tersulit dalam hidupnya, pernah suatu ketika rumah besar orangtuanya dilempari dengan bola-bola lumpur, di lecehkan secara seksual dan berbagai tindakan lainnya. Yang membuat ibuku menjadi kuat dan kokoh. Tapi tetap saja ibuku adalah perempuan desa. Yang hidup dalam dunianya. Melawan dengan caranya, dan mengatur hidup dengan caranya.
Pernikahannya yang kemudian melahirkan 4 anak perempuan (sebelum kelahiranku dan adikku) kemudian memperpanjang derita dan tangis ibuku. Ayahku, yang merasa lemah, terhina dan tak berharga di mata masyarakat desa menumpahkan kemarahan dan kekesalannya kepada ibuku. Ini semua terjadi karena kesalahan ibuku yang tidak mampu memberikan seorang anak laki-lakipun padanya.
Tapi ibuku adalah perempuan desa yang berbeda dari perempuan desa lainnya, dia adalah perempuan yang kuat bahkan jauh melebihi hidup itu sendiri. Saat otot-ototnya mengering dan mulai berubah menjadi kulit yang mengeriput membungkus tulangnya. Saat  tak ada yang mau mendengarkannya. Ibuku mendengarkan suara hatinya sendiri. Dia membiarkan kulitnya menghitam terpanggang matahari, membiarkan bajunya robek oleh panas dan hujan. Hanya satu yang dia dengarkan, suara hatinya, suara hatinya yang berontak untuk tetap menjadikan anak-anaknya bintang yang bersinar. Bintang yang akan mengajaknya bersama-sama keluar dari ruang gelap yang mencengkeramnya.
Suara hatinya, yang terus berkata, anakku memang tidak memiliki penis seperti anak-anak yang mereka sebut laki-laki itu. Tapi anak-anakku akan menjadi lebih kokoh, kuat dan tangguh dari mereka.
Ibuku, dia punya dimensi ruang dan waktu yang berbeda, cara menghadapi hidup yang berbeda. Dan itulah ibuku perempuan masa lalu yang mencoba mengurai catatan hitam hidupnya. Catatan hitam yang juga aku baca di berkas-berkas lecek dikantorku.
Kertas-kertas yang disetiap lembarnya membuatku tak kuasa membendung air mataku sendiri. Hingga terkadang aku terpaksa berontak dan menggigit bantalku untuk menahan jerit ketakutanku. Ketakutan akan kenangan buruk dari catatan hitam yang juga tak pernah aku harapkan. Catatan hitam yang sama seperti yang di alami oleh saudara-saudaraku di lembaran-lebaran kertas buram yang setiap hari aku baca.
Catatan hitam akibat ulah dan kekejaman dari makhluk yang sama, yaitu laki-laki.
***
Aku tersentak... kembali keringat dingin mebanjiri tubuhku, aku meringkuk di atas kasur busa yang kugelar di atas lantai tanpa dipan. Tanganku meremasi ujung bajuku. Terengah-engah aku mencoba membuka mataku. Gigiku menggigit ujung batal. Keringatku makin membanjir. Mimpi buruk itu datang lagi, setelah sekian tahun kini makin kerap menghantui malamku.
Aku terisak, di tengah sepinya kantorku. Tengah malam pekat yang benar-benar pekat. (Sejak sebulan yang lalu aku memutuskan untuk tinggal di kantorku). Terpapar dengan jelas dimataku, kejadian-kejadian menyakitkan itu. Aku semakin terisak dan menutup teriakan dan tangisanku dengan bantal.
Aku hanyalah gadis kecil kelas 1 SMP, gadis kecil yang rindu kampung halamannya. Rindu kerbau-kerbau yang kutunggangi hingga ke padang rumput dan gadis kelas 1 SMP yang bahkan belum tahu bagaimana rasanya menstruasi. Ku tambatkan ketiga induk kerbauku sembarangan di pepohonan semak yag merimbun di sawah tempat dimana aku akan menggembala kerbauku hari itu.
Pekerjaan rutin yang paling aku sukai sejak aku SD dulu, dan sekarang setelah 3 bulan melanjutkan sekolahku di salah satu SMP di kota. Aku mengisi liburan caturwulanku dengan kegiatan itu kembali. Aku bahagia sekali, aku berhasil meraih rangking 3 di sekolahku. Prestasi yang sangat membanggakan untuk seorang anak desa yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya.
Sambil berlari-lari dan bernyanyi-nyanyi kecil aku menuju gundukan tanah yang menyerupai bukit kecil di pinggir sawah. Aku mulai bermain, dengan parang yang tadi aku bawa dari rumah aku mulai memotong-motong ranting kecil-kecil sesukaku. Aku sendiri tidak tahu akan ku jadikan apa ranting itu. Yang aku tahu aku hanya ingin mengisi waktuku sambil menunggu kerbauku makan.
Beberapa saat, kemudian aku lihat DD anak laki-laki adik ibuku, atau biasa disebut sepupu lewat untuk pergi ke sawahnya yang berada di seberang sawah tempatku menggembala. Tanpa curiga aku menegurnya, sekedar beramah tamah saja. Karena aku memang tak pernah dekat dengannya. Akupun melanjutkan pekerjaanku.
Tidak berapa lama, aku terkejut, karena tiba-tiba DD sudah berdiri tidak jauh dari tempatku. Kerbau-kerbauku langsung mendengus gelisah. Entah pesan apa yang ingin mereka sampaikan. Aku tak mengerti. Tapi karena dia sepupuku aku pikir biasa saja. Tooh tanah diatas sawah itu juga milik orangtuanya.
Mau kemana? Tanyaku tanpa curiga, mau lihat durian jatuh jawabnya (memang waktu itu musim durian). Ooh.. kataku cuek dan melanjutkan pekerjaanku memotong-motong ranting. Sekilas aku lihat dia mengamatiku, tapi aku cuek saja.
Boleh pinjam parangnya, katanya sambil duduk di sebatang pohon yang telah tumbang tidak jauh dariku.
Untuk apa? tanyaku curiga...
Yaah pinjam ajha...
Aku pun memberikannya, kemudian dia menancapkan parang itu di pohon yang di dudukinya. Kemudian dia berdiri.
Aku nengok durian dulu... katanya
Aku mengiyakan.
Tapi tiba-tiba dia sudah berdiri di depanku mencengkram bahuku dan membuah aku rebah ketanah. Untung saja kakiku terlipat di depan dada. Kerbau-kerbauku berontak. Sesaat aku bingung, lemah tak tau harus apa. mukanya semakin dekat padaku. Entah aku dapat kekuatan dari mana. Kakiku yang tadi tertekuk menendang selangkangannya hingga dia tersungkur kebelakang dan aku langsung berdiri dan berlari mengambil parangku. Ku acungkan parangku padanya. Dan sepertinya dia takut. Dan beranjak pergi. Tapi kemudian kembali lagi. Aku kembali mengangkat pisauku dia hanya berkata mengancamku “jangan sampai beritahu siapa-siapa.
Sungguh sulit sekali perasaanku pada saat menuliskan ini semua, tubuhku gemetar, dan keringat dingin membanjiri tubuhku di tengah subuh ini. Tapi aku tahu perasaan ini tidak seberapa, dibanding ketakutanku pada saat itu. Aku ingin segera berlari pulang dan  meninggalkan kerbau-kerbauku kalau saja abahku tidak segera muncul untuk menjemputku dan kerbau-kerbau.
Walaupun saat itu aku tidak menangis, tapi aku masih tidak berani membayangkan rasa takut itu lagi.
Aku bergegas berlari ke rumah setelah menambatkan kerbauku sebisanya dikandangnya. Kutinggalkan abahku tanpa permisi. Setibanya di rumah kakak keduaku yang melihat mukaku yang pucat itu bertanya, aku diam saja, masih terbayang dengan jelas kejadian itu. Itu menyakitiku. Tidak secara fisik tidak sama sekali, tapi hatiku, jiwaku. Dan entahlah apalagi. Tapi kurasa seluruh tubuhku. Aku takut, benar-benar takut. Terbata-bata aku menceritakan semuanya kepadanya dia langsung naik pitam. Tak lama kakak ketigakupun pulang. Mendengar hal tersebut dia langsung mendatangi DD ke sawahnya. Aku tak tahu apa yag terjadi di sana selanjutnya. Hanya yang aku tahu 2 malam setelah itu DD bersama orangtuanya datang ke rumahku.
Aku diminta bertemu dengannya, aku tidak tahu harus berkata apa, aku takut, tapi aku tidak tahu harus bagaimana mengatakan tidak. Bagaimana caranya aku mengatakan bahwa aku tidak mau. Aku tidak mengerti. Hingga aku bertemu dengannya. Ibunya yang ad memberikan adik ibuku itu memberikan sebuah cangkir yang belakang ku tahu bahwa itu setepung setawar.
Dia meminta maaf, aku mendengar suaranya, aku menggigil. Tapi aku tak tahu harus bagaimana mengatakannya. Aku benar-benar takut, aku tidak begitu mendengar apa yang dia katakan kecuali satu kata yang semakin menyakitiku yaitu KHILAF.  Aku hanya mengangguk tak mengerti. Hatiku pedih dan teriris, kemudian semuanya selesai bagi mereka. Ke esokan harinya aku langsung dibawa kembali ke kota. Masalah selesai.
Hanya dengan kata KHILAF??? Lalu bagaimana denganku... sakitku, marahku, sedihku, perihku apakah itu adalah sebuah kekhilafan. Benar tidak ada sedikitpun bagian tubuhku yang terluka bahkan tergorespun tidak. Tapi tidak di tubuhku. Tapi di jiwaku.
Di jiwa gadis kelas satu SMP. Gadis yang baru saja memulai kehidupan barunya. Gadis yang kemudian menjalani hidup sendiri jauh dari orangtuanya. Jiwaku yang sakit. Dan jiwaku yang terluka. Dan luka itu jauh lebih dalam  dari sedalam apapun luka di fisikku. Lebih perih dari luka yang disiram cuka atau air garam. Dan lebih sakit dari tulang yang patah di timpa pohon. Sakit itu, sakit itu yang tidak selesai dengan hanya secangkir setepung setawar. Butuh waktu lama bagiku. Ratusan bahkan ribuan hari harus aku korbankan tanpa  mimpi burukku. Apakah luka itu adalah sebuah ke khilafan??
****
Aku kembali membaca berkas-berkas dokumentasi pencatatan CP-WCC, seorang anak 2 tahun di perkosa oleh ayahnya sendiri. Aku menangis, ruang kantor yang sepi karena teman-temanku lagi pada pendampingan keluar menjadi penuh oleh isakku. Aku tahu ibuku semakin benar, bahwa di balik bumiku dan bumi ibuku yang terang sekarang ada bumi yang terselubung gelap tak bercahaya. Dan aku merasa semuanya benar-benar gelap. Aku berteriak-teriak tapi tak ada yang mendengarku. Hingga aku melihat tangan ibuku menggapaiku. Dan perlahan-lahan cahaya itu datang, membesar dan semakin lebar hingga menerangi gelap yang tadi membungkamku.
Ocha..ocha, terdengar pelan suara ni tety managerku. Aku menoleh ke kiri dan kananku.. kamu pingsan barusan. Salah seorang staff kantorku mencoba menjelaskan tanpa kuminta.
Kamarku, 13 Agustus 2011
05:36 Wib
(terimakasih untuk teman-teman CP-WCC yang sudah mengangkat tubuh pingsanku ke kamar)















Kerikil-kerikil dari surga
Aku terdiam, tersudut dalam ruang gelap yang masih saja setia ku genggam, aku tahu ini tak layak tapi aku tak tahu bagaimana aku harus melepasnya. Sulit dan begitu berat... gelap itu justru mengikat dan membelenggu jemariku membuatnya turut enghitam. Dan aku menangis. Setelah kejadian itu, kejadian di padang gembalaan itu. Aku tak tahu... kemana aku harus berlari. Aku menangis mengingat secangkir tepung setawar yang bahkan aku tak tahu apa gunanya.
Sungguh, aku benar-benar tak tahu. Bahkan aku tak pernah tahu seperti apa isiya. Hanya saja setiap mengingatnya aku menjadi pedih dan teriris. Bahkan saat airmataku mengering pedih itu masih saja sama.
Sekarang tidak ada lagi aku yang juara kelas, beberapa menit yang lalau guru BK memanggilku. Aku bolos lagi. Aku muak mendengarnya mengomel hampir 2 jam di ruagan BK yang pengap itu. Apalagi haris menyaksikan lipstiknya yang merah memuakkan itu. Sekali-kali dia menyebutkan soal anaknya dan apalah dan tak ada satu katapun yang aku ingat.
Aku tak benar-benar ingin ke sekolah, entah apa yang aku pikirkan. Aku hanya merasa malu, aku hanya merasa palsu. Saat teman-temanku bertanya kepadaku tentang soal-soal yang tidak mereka mengerti aku semakin teriris. Aku bisa menolong beberapa orang temanku dalam beberapa menit saja. Tapi mengapa aku tidak bisa menolong diriku sendiri. Sebegitu lemahkah aku.
Aku bisa menyampaikan pidato yang begitu bagus di depan kelas sehingga membuat teman-teman dan guruku bertepuk tangan dan takjub mendengar isi pidato dan cara penyampaianku. Aku bisa berdebat dan bersilat lidah menyangkal setiap sanggahan teman-temanku yang mencoba menjatuhkan argumenku. Setiap mereka bertepuk tangan, tersenyum dan mengatakan apapun kata-kata yang seharusnya membuatku senang. Aku ustru semakin terluka dan merasa sakit.
Aku... bisa membantah setiap argumen yang mereka sertai dengan analisa yang tajam dengan analisaku yang bahkan jauh lebik tajam dan menggigit. Tapi mengapa aku tidak berani hanya sekedar mengatakan.
Segampang itu kau mengatakan “AKU KHILAF”  dan semua selesai. Aku ingin sekali melontarkan semua kata-kata yang aku simpan di benakku. Cacian makian dan serangkaian luapan kemarahanku yang hanya bisa aku luapkan sambil merentangkan tanganku atau berlutut di pasir pantai yang basah di pantai panjang dekat sekolahku.
Di balik lebatnya hutan cemara laut. Aku bisa berteriak sesukaku, memaki sepuasku dan ini lebih menyenangkan dibanding berada di sekolah. Sekolah yang semakin hari semakin membuatku menjadi palsu. Aku merasa jauh lebih nyaman di sini. Di sudut kamarku atau lebih sering bersembunyi di dalam lemari kain tempat pakaianku. Ini jauh lebih menyenangkan. Setidaknya aku puas merutuki diriku sendiri.
Dan walhasil setelah lebih dari 2 minggu tidak sekolah. Di sinilah aku sekarang, terdampar di ruang BK yang memuakkan ini. Aku bersumpah takkan pernah menginjakkan kakiku ke ruang seperti ini atau yang serupa ini dimanapun nanti bila mungkin aku menemukannya lagi.
Guru Bkku yang gendut dan terkenal galak itu masih mengeluarkan kata-kata mutiaranya yang bahkan satu katapun tak aku mengeti itu. Aku hanya tertunduk dan memegang ujung bajuku. Aku hampir saja tertidur ketika tiba-tiba dia menegaskan. Mengerti. Sontak aku mengangguk berharap dia benar-benar mengakhiri ceramah. Benar saja. Dan alhamdulillah aku di skor 1 minggu. Ini namanya rejeki nomplok pikirku.
Kebanggaan orangtuaku hilang sudah, walaupun sebenarnya nilai akademikku tidak begitu turun akan tetapi nilai kehadiran dan sikapku membuat aku kehilangan rangkingku. Bahkan tidak dikelasku. Aku sieh cuek saja. Karena aku jauh lebih nyaman seperti ini. Setidaknya teman-temanku sudah mulai lupa untuk bertanya padaku. Dan karena sering absen aku juga jarang ikut kegiatan debat kelas atau pidato yang biasanya sangat enggan ku tinggalkan.
Tapi berbeda dengan orangtuaku, mereka jadi kebakaran jenggot. Mereka jadi sering dipanggil ke sekolahku dan banyak lagi keluhan mereka terutama kakakku yang nomer 3. Dia kakak lajang tertuaku sekarang. Karena kakak pertama dan keduaku telah menikah. Tempramennya yang keras dan mewarisi hampir 90% sifat abah membuatnya menjadi ringan tangan. Seringkali dia memergoki aku sedang tidak sekolah atau sedang keluyuran saat dia tiba-tiba datang dari desa untuk menjengukku.
Hingga tak kerap dia memukulku, meninjuku, menendangku dan banyak lagi. Aku diam saja, aku tidak perduli. Kadang-kadang ibuku datang dengan lembut dia menasehatiku untuk berubah. Tapi hanya beberapa detik saja aku ingat kata-katanya setelahnya aku bahkan tak ingat kalau aku pernah ngobrol dengannya. Untuk berubah.
Aku merasa tidak ada yang salah dengan diriku, jadi tidak ada yang perlu di rubah. Ini adalah aku. Dan aku nyaman seperti ini. Tetangga-tetanggaku yang notabene adalah familyku karena berasal dari kampung juga tak ketinggalan ambil bagian menasehatiku. Tapi hanya aku balas dengan gendikan bahu. Sho what????
Pernah suatu ketika, kakakku benar-benar naik pitam. Melihat rumah yang terurus. Karena setiap aku bepergian untuk sekedar jalan-jalan atau bahkan menginap di rumah temanku aku lebih sering lupa mengunci pintu sehingga beberapa perabot rumahku malah di jadikan anak-anak sekitar rumahku sebagai mainannya. Aku sieh tidak perduli toh mereka senag melakukannya. Selagi mereka tidak menggangguku apa perduliku dengan barang-barang itu. Ketika di tanya, aku hanya menggendikkan bahu dan berpura-pura memunguti barang-barang itu.
Rupanya sikapku membuat darah kakakku makin menggelegak, tubuhku dipukuli, ditendang, ditinju dan banyak lagi. Aku mencoba melawan tapi aku masih SMP waktu itu masih kalah kuat. Rupanya dia kurang puas menyiksaku hanya dengan menggunakan tangan dan kaki kosongnya. Dia meraih besi kerangka lemari kain yang sudah lepas karena sering kujadikan tempat sembunyi. Aku tak tau sudah berapa kali dia menghantamkan besi itu ke tubuhku. Hingga kemudian ku lihat dia menjadi lelah sendiri menganiayaku dan duduk di ruang tamu. Aku tidak perduli. Hingga kurasakan ada sesuatu yang hangat mengalir dileherku aku merabanya dan ternyata ada cairan merah darah mengalir dari kepalaku yang terluka akibat pukulan kerangka besi tersebut.
Tanpa bersuara aku mengambil baju dari dalam lemari masuk kekamar mandi dan mengganti bajuku, kemudian aku menyelinap lewat pintu belakang dan menginap di rumahku hingga 3 hari. Dari temanku aku tahu dia mencariku kemana-mana. Tapi aku tidak peduli. Aku tidak peduli siapapun itu. Aku ada di sini dan nyaman dengan semua yang ada pada diriku. Bukan apa yag ada pada dirimu dan apa yang kamu pikirkan.
Aku tak pulang-pulang ke rumah sampai ku pastikan bahwa dia telah kembali ke desa.
***
Entah mengapa terkadang aku merasa waktu itu berlalu begitu lambaaan... sehingga aku selalu saja ketakutan, aku takut saat malam tak kunjung berakhir. Aku takut untuk tertidur, karena aku tahu aku pasti akan terbangun dan mimpi buruk itu akan ikut serta hingga siang menjelang atau bahkan hingga esok siangnya. Dan oleh karenanya aku putuskan untuk tidak tidur saja, atau aku akan tertidur setelah jam menunjukkan pukul 2 atau pukul 3 pagi dengan begitu aku tidak perlu takut terbangun tengah malam. Paling juga aku akan terbangun jam 8 atau jam 9 dan pada jam-jam segitu biasanya matahari telah tinggi dan kamarku telah terang benderang. Aku tidak perlu takut pada apapun lagi.
Tapi sekarang rasanya waktu berlalu cepat sekali tidak terasa sisa 2 tahun smpku selesai. Alhamdulillah meski anak tergolong anak badung aku lulus. Lulus dengan nilai memuaskan, kalau melihat usahaku. Dan tanpa harus keliling kesana dan kemari aku di terima di salah satu SMA yang cukup Favorit di kotaku. Orangtuaku kelihatannya cukup bangga waktu itu. Sepertinya kekecewaan mereka terobati. Aku tidak peduli soal itu. Karena aku memang tidak ingin siapapun bangga padaku.
Tapi rupanya kebanggaan orangtuaku tidak berlangsung lama, sekolah baru bukan berarti aku juga baru. Yah aku tetap saja diriku yang lama. Badung, bertindak sesukaku. Bahkan terkadang aku memang sengaja melakukan tindakan yag akan membuat sekolah marah kepadaku. Hingga aku terlibat 2 kasus besar yang aku sendiri gak ngerti ngapain aku ngelakuin itu aku sama sekali bukan perokok. Tapi entah kenapa ketika suatu ketika ada praktek yang mengambil jam sepulang sekolah aku malah membawa rokok ke sekolah.
Padahal demi tuhan aku bukan perokok, aku bahka tidak tahu bagaimana rasanya merokok. Salah satu temanku mengadukanku ke wali kelasku. Dan walhasil keesoka harinya aku dipanggil ke ruang guru. Dan di sana di depan semua orang aku dipaksa merokok 4 batang sekaligus. Dan jujur itulah kala pertama aku merasakan rokok yang sesungguhnya. Guru-guruku menyorakiku. Beberapa teman malah di undang langsung untuk menonontonku yang tengan menangis karena mataku kepedihan terkena asap roko. Sebagian cowok-cowok berteriak-teriak menyorakiku. Dan beberapa lagi mencibir ke arahku. Sama seperti biasa tidak ada penyelesaian dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya antara orangtua dan guruku hanya yang aku tahu 2 hari kemudian aku di bawa pulang ke desaku. Tempat yang sebenarnya tak ingin kudatangi lagi. Dan disana aku baru membaca surat drop outku.
Aku benar-benar tidak peduli, silahkan saja. Aku juga tidak memikirkan untuk sekolah lagi. Hanya saja aku benar-benar takut berada di sini lebih lama lagi. Hingga aku sering melamun dan memikirkan untuk segera pergi dari sini.
Melihat keadaanku yang demikian itu, rupanya orangtuaku berpikiran bahwa aku ingin sekolah lagi. Jujur sebenarnya aku masih ingin sekali menjadi penyiar seperti cita-citaku waktu SD dulu. Tapi aku tidak berani lagi bercita-cita. Aku malu entah malu pada siapa.
Hingga kemudian pada suatu hari abah bertanya,
kamu masih ingin sekolah?
Aku jawab ia.
Kalau begitu kamu pindah sekolah.
Ia jawabku.
Ya sudah kalau begitu kamu besok balik kebengkulu. Dan dengan diantar kakak tertuaku jadilah akhirnya aku pindah ke salah satu sekolah berbasis agama di kota itu.
Aku mencoba berubah, mencoba untuk menekuni setiap pelajaran dan aku benar-benar ingin mencoba memperbaiki diriku. Aku ingin suatu hari nanti aku akan berada jauh di atas DD dan keluarganya. Aku belajar lagi.
Saat ujian semester akhir datang setelah 3 bulan aku sekolah di sana. Alhamdulillah hasilnya sangat bagus. Tidak ada satu mata pelajaranpun yang remedial. Aku ingat betul waktu itu. Teman-teman kelas barukupun salut  pada waktu itu. Karena mereka yang sudah lama saja banyak sekali remedialnya. Aku tidak satupun.
Aku sudah begitu yakin bahwa aku pasti naik kelas. Hingga 2 hari menjelang pembagian raport aku dipanggil ke ruang kepala sekolah. Dan dia menanyakan semua tentang permasalahanku di sekolah baruku dulu. Aku tidak menjawab apa-apa juga tidak menjelaskan apa pun. Dan hasilnya aku tidak naik kelas.
Aku kembali hancur, aku menangis, aku bingung aku kembali takut untuk kembali pulang kerumah. Mantan juara kelas. Anak desa terpencil yang bisa mengalahkan anak-anak kota dalam waktu 3 bulan kini tidak naik kelas. Aku bingung sangat bingung.
Aku titipkan raportku ke kost temenku, sambil juga meminjam bajunya aku pergi naik angkot. Tidak tahu mau kemana, aku hanya merasa ingin pergi meski aku sendiri tidak tahu kemana aku harus pergi. Saat aku di angkot seorang mbak-mabk yang aku kira-kira usianya 17 atau 18 tahunan menyapaku:
Mau kemana dek???
Hee.. gak ada mbak...
Loh kok gitu?
Ia mau keliling-keliling ajh mbak gak jelas...
Ya sudah ikut mbak ajha..
Kemana mbak?
Kepantai.. duduk-duduk di warung mbak. Terus kalo mau ntar malam ikut mbak jalan-jalan ajha
Kemana mbak?
Adalah jalan-jalan biasa.. refreshing.. kayaknya adek lagi suntuk ini.
Entah kenapa aku mengikuti saja ketika dia mengajakku kewarung temannya di pantai. Disana aku bertemu dan di kenalkan dengan teman laki-lakinya.  Tidak berapa lama mereka terlihat obrolan yang sangat serius. Sekali-sekali mereka melirik ke arahku. Entah apa yang mendorongku untuk secepatnya pergi. Sehingga tanpa permis aku langsung berlari ke arah jalan raya. Teriakan mereka yang mencoba memanggilku tak pernah ku gubriskan. Aku mau secepatnya pergi dari sana. Hingga akhirnya aku putuskan untuk pulang dan menerima apapun yang terjadi.
Di luar dugaanku, emak dan abahku menerima keadaan itu dengan lapang dada. Hanya kakakku saja yang masih sedikit mengomel tapi entah kenapa kemudian diam dengan sendirinya. Dan akhirnya aku memulai semuanya dari awal lagi. Bertemu dengan teman-teman baruku. Tidak di kelas unggul sebagaimana dulu aku diletakan bahkan mungkin di kelas yang terbobrok. Tapi justru di sini aku menemukan tempatku yang benar-benar nyaman.
Mereka tidak pernah mempermasalahkan apapun yang mereka ketahui tentang aku bahkan ketika salah seorang yang mungkin karena penasaran mencoba bertanya padaku. Justru teman yang lainnya mengubah toipik pembicaraan. Dan kondisi ini membuat kepercayaan diriku nyaman dan bergairah kembali. Bakatku yang sempat tenggelam muncul kembali, aku sangat lemah di pelajaran hitung-hitungan dan kesenian. Akan tetapi analisa dan nalarku sangat tajam. Dan aku sangat unggul di pelajarn itu. Aku menguasai pelajaran sosiologi dengan baik bahkan mampu menguraikan persoalan beserta contoh lebih baik dari guruku waktu itu. Hingga kemudian dia percaya padaku dan memintaku untuk membantunya mengajarkan pelajaran tersebut di kelas-kelas lain. Bahkan tidak jarang aku juga menyampaikan materi di depan kakak kelasku.
Aku senang sekali. Dan semakin hari aku semakin bersemangat untuk mengasah kembali kemampuanku. Akan tetapi meski demikian, aku tetap diriku yang dulu. Diriku yang terpeduli pada apapun. Dan melakukan apapun yang hanya menurutku itu aku sukai dan membuatku senang. Selebihnya aku tidak perduli. Yang penting bagiku aku tidak secara sengaja mengganggu orang-orang itu. Kalau kemudian tanpa sengaja, aku menyakiti mereka itu bukan salahku. Dan kalau mereka mau silahkan saja mereka menyingkir. Karena aku tidak butuh mereka.
Yang berubah adalah semangatku, semangatku untuk melihat lebih jauh ke depan. Dan benar saja aku hanya akan melihat ke depan dan tetap berjalan lurus ke depan tanpa perduli pada apa yang ada di belakang, samping kiri atau kananku. Karena yang ada di belakangku, aku sudah menganggapnya sebagai kerikil-kerikil tajam yang datang dari surga untukku. Kerikil yng di turunkan untuk menempaku menjadi kokoh.
Sekokoh ibuku, dan sekokoh apapun yang aku pikirkan. Sedangkan yang disamping kiri dan kananku, adalah seperangkat aturan yag mohon maaf kurang kupahami. Yang menurutku hanya akan menghalangi aku untuk menjadi diriku yang sebenarnya. Diriku dalam kerangka yang sudah kubangun sedemikian lama dan baru mulai ku proyeksikan dalam tindakan-tindakan yang nyata dan egois.