Kamis, 09 Juni 2011

NII dalam PERSPEKTIF KEISLAMAN DAN KEINDONESIAAN


oleh : Rosita Mulya Ningsi
Juni 2011

Negara islam Indonesia (NII) diproklamirkan pada tanggal 7 agustus 1949 oleh S.M Kartosoewirjo sebagai proklamatornya. Dengan teks proklamasi yang tidak jauh berbeda dengan teks proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia. yaitu sebagai berikut.
Bismilllahhirrahmanirrahim
Asjahadu Allailhaillah wa asjahdu Anna Moehammadarasullullah
Kami oemat Islam bangsa Indonesia menjatakan berdirinya, Negara Islam Indonesia maka hoekoem jang berlaku atas NII itu, ialah hoekoem Islam. Alhuakbar, Alhuakbar, Alhuakbar
Atas nama oemat Islam bangsa Indonesia

Imam NII
Ttd
(S.M Kartosoewirjo)
Madina-indonesia 12 syawal 1368/7 agustus 1949

Di dalam teks proklamasi tersebut terlihat jelas bahwa tujuan utama dari berdirinya NII adalah  untuk menegakkan hukum islam sebagai satu-satunya hukum yang berlaku dalam tatalaksana kenegaraan.
Selain itu pula dalam teks proklamasi tersebut tertulis kata, “kami oemat islam bangsa Indonesia” yang artinya bahwa negara tersebut hanyalaha diperuntukkan bagi umat islam saja. Secara geografis NII berpusat di Jawa barat dengan imam yaitu S.M kartosoewirjo, hingga beliau di hukum mati pada tahun 1962. Akan tetapi mengenai batasan wilayah NII itu sendiri tidak diketahui dengan pasti dari mana hingga sampai dimana. Bahkan ketika S.M Kartoseowirjo dihukum gantung sebagai pemberontak.
Ada beberapa hal yang kemudian perlu kita tilik kembali, ketika mendefenisikan kata Islam Indonesia sebagai Negara. Ada beberapa unsur yang sangat penting di dalam sebuah negara, unsur-unsur yang hanya di miliki oleh organisasi lain selain negara. Unsur-unsur tersebut ada yang bersifat konstitutif dan deklaratif.
Adapun unsur konstitutif adalah unsur yang mutlak ada di dalam suatu negara, adapun unsur-unsur konstitutif adalah sebagi berikut:
1.      Harus ada rakyat
2.      Harus ada wilayah tertentu
3.      Harus ada pemerintahan yang berdaulat
Ketiga unsur di atas bersifat mutlak dan harus ada, ketika satu saja dari unsur tersebut tidak terpenuhi maka sebuah organisasi tidak dapat disebut sebagai negara. Lalu bagaimana dengan NII? Seperti yang sudah saya coba paparkan diatas, saya belum menemukan bahwa NII menyatakan tempat dan kedudukan wilayah yang merupakan tempat bagi NII itu sendiri. Sebagaimana di dalam teks proklamasi NII terdapat kata sebagai berikut “ Kami Oemat Islam Indonesia..” Umat muslim indoneisa yang mana? Yang berada dimana? Seperti kita ketahui bahwa NII pertama kali berkembang di jawa barat, apakah kemudian Wilayah Teritorial NII itu adalah jawa barat? Loh bukankah di dalam perjanjian linggarjati di sebutkan bahwa wilayah Indonesia adalah pulau jawa sumatera dan madura. Dengan demikian berarti NII berada di dalam kedaulatan wilayah Indonesia, dengan kata lain Bahwa NII tidak mempunya Wilayah dan belum layak di sebut negara.
Memang kemudian perjanjian linggarjati di khianati, akan tetapi bukan berarti kemudian ada pernyataan resmi ataupun fakta yang mengatakan bahwa jawa Barat di kuasai oleh NII, karena pada tahun 1949 jawa barat justru di kuasai oleh tentara belanda. Dan kalau memang pada waktu itu harus ada negara di jawa barat maka penguasa wilayah waktu itulah yang dapat mendirikan negara di sana (itu logikanya).
Yang perlu juga di ingat adalah ada  upaya nyata bahwa Negara Indonesia tetap ingin mempertahankan jawabarat sebagai bagian dari Negara Indonesia. hal itu di manifestasikan dengan dilaksanakannya konferensi Meja Bundar yang kemudian mengubah RI menjadi RIS dengan wilayah RIS adalah semua daerah bekas jajahan hindia belanda kecuali papua bagian barat. (isi perjanjian KMB 19-23 Agustus – 2 November 1949). 
Dengan demikian jelaslah sebenarnya belumlah tepat kalau NII mendeklarasikan dirinya sebagai negara. Selanjutnya ada syarata lain juga yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi sehingga kemudian layak disebut organisasi, yaitu syarat deklaratif dimana syarat deklaratif addalah merupakan penngakuan akan negara tersebut oleh negara lain. Sehingga dengan demikian negara tersebut dapat melaksanakan kerjasama bilateral dengan negara-negara lain di dunia. Pertanyaannya sudahkan NII memiliki itu? Atau kata Negara yang terdapat di Sebelum kata Islam Indonesia tersebut hanya klaim belaka. Karena seperti kita ketahui Imam NII S.M Kartosoewirjo di hukum mati oleh pemerintahan negara Indonesia karena dianggap sebagai Pemberontak. Itu berarti sampai sejauh ini NII belum memenuhi syarat deklaratif tersebut.
Berdasarkan analisa diatas maka kemudian kita dapat menyimpulkan bersama, bahwa NII sesungguhnya belum tepat untuk mengklaim dirinya sebagai sebuah negara. Dikarenakan NII belum memenuhi Unsusr-unsur yang harus di miliki oleh sebuah negara. Maka akan jauh lebih baik sebenarnya ketika teman-teman yang menjadi aktivis NII itu mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi dengan baground agama.
NII dalam perspektif ke-ISLAMAN
Sampai sejauh ini,  mari kita mencoba mengurai kembali, mengapa NII lebih tepat menjadi Organisasi ketimbang menjadi negara. Sebagaimana di ungkapkan oleh M. Isa anshary pada redaksi majalah hikmah pada tahun 1951 “tidak ada seorang muslimpun, bangsa apa dan dimanapun yang tidak bercita-cita darul islam hanya orang yang bejat moral, iman dan islamnya yang tidak menyetujui negara islam indonesia”. mari kita cermati pernyataan beliau tersebut, tidak ada seorang muslimpun dan seterusnya  hanya Orang yang bermoral Bejad dan seterusnya bahwa disana sebenarnya dapat kita lihat, apa sasaran utama dari keberadaan NII tersebut, Yaitu terwujudnya Darul Islam. Lahirnya tatanan masyarakat yang berlandaskan pada aturan dan ajaran islam. Lalu apakah benar, dengan adanya NII bahwamasyarakat Indonesia akan Berprilaku Islami?
Menyikapi hal tersebut, maka saya dan beberapa orang teman melakukan diskusi dengan tujuan menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas. Gemini Van Royen (21 Mei 2011) salah seorang teman yang tampil dan menyampaikan pemikirannya. Mencoba menguraikan pandangan beliau mengenai hal tersebut. Beliau mencoba mengurai kedua hal yang berbeda antara ISLAM dan INDONESIA.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ISLAM adalah Agama, dan INDONESIA adalah negara. Islam sebagai agama, maka muatan-muatan yang terkandung di dalamnya adalah berupa ajaran, ajaran yang berisi ajakan. Ajakan untuk meng-ESA-kan Tuhan. Dan ajaran itu di peruntukkan untuk seluruh manusia, siapapun manusianya. Dimanapun manusianya. Proses peng-ESA-an Tuhan tersebut kemudian menuntut keyakinan dari si pemilik Tuhan itu. Yang artinya bahwa seseorang akan benar-benar meng-ESA-kan tuhannya ketika dia benar-benar yakin, benar-benar percaya bahwa Tuhan Itu Esa atau bahkan dia perlu meyakinkan dirinya dulu bahwa tuhan itu benar-benar ada.
Maka tidak serta merta dapat dipaksakan bahwa TUHAN yang satu itu bernama ALLAH. Karena tidak semua orang memiliki keyakinanan yang sama.  Akan tetapi ALLAH adalah Tuhannya yang ESA bagi seluruh Umat muslim di seluruh dunia, tidak terkecuali Di Indonesia.   Akan tetapi persoalan yang kemudian muncul adalah banyak sekali umat Islam yang tidak terislamkan (Khairizo Oktora).dan oleh karena itu harus ada aktivitas nyata yang dilakukan untuk mempertegas eksistensi keislaman seorang umat islam dalam kehidupannya. Bagaimana caranya? Disanalah sesungguhnya peran nII, dimana ketika dia memposisikan dirinya sebagai organisasi dan bukan negara maka dia bisa melakukan proses hegemoni budaya-buday islam, melakukan kampanye perubahan prilaku umat islam di Indonesia menjadio lebih islami. nII dapat memainkan perannya sebagai pelaku dari pembangunan karakter umat islam sebagaimana yang diatur di dalam kitab suci ajaran Islam yaitu alQur’an. Dengan begitu proses memperbaiki bejadnya moral, tipisnya iman serta minimnya pengetahuan Islam sebagaimana yang di ungkapkan oleh M Isa Anshary tersebut dapat benar-benar terealisasi.
Dari analisa tersebut, kemudian dapat kita simpulkan bahwa dalam perspektif ISLAM, yang diawal telah kita sebutkan sebagai ajaran, nII adalah sebuah organisasi, organisasi apa? Organisasi yang bertujuan untuk mningkatkan pengetahuan keislaman, meningkatkan iman seseorang sehingga kemudian mampu berprilaku Islami dan memiliki akhlak dan moral yang mulia. Itu adalah cita-cita yang mulia tentunya, ketika perwujudan cita-cita tersebut juga dilakukan dengan tindakan-tindakan yang juga mulia. Maka Indonesia sebagai negara dimana nII berada di wilayah hukumnya berkewajiban untuk menjamin dan memfasilitasi  pergerakan dan perjuangan organisasi tersebut.
Akan tetapi juga sebaliknya, ketika dalam pergerakan dan proses advokasinya kemudian nII dirasakan dan di nilai akan membahayakan kedaulatan negara Republik Indonesia, menyakiti dan merampas hak atas keadilan dan kesetaraan bagi warga negara serta melanggar Undang-undang serta ketentuan formal yang berlaku Di Indonesia maka Indonesia harus bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian akan ada sinergisitas yang baik antara dua kepentingan tersebut, yaitu kepentingan Indonesia sebagai negara dan nII sebagai Organisasi.
NII dalam perspektif ke-INDONESIAAN
Sebagaimana di ungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa ISLAM dan INDONESIA adalah dua hal yang sangat berbeda, dimana Indonesia adalah negara, Negara yang bersifat pluralitas. Negara yang berada di wilayah tertentu dengan berbagai latar belakang sosiologis, sejarah dan sebagainya. Maka dalam keberadaan dan menjaga kedaulatan negara maka Indonesia memerlukan suatu landasan yang mampu mempersatukan setiap perbedaan yang ada. Landasan yang mampu membangun kesepahaman atas keberagaman tersebut sehingga dapat sama-sama berjalan ke arah satu tujuan yaitu mempertahankan negara Republik Indonesia. menyikapi hal tersebutlah kemudian founding father  negara republik Indonesia, merumuskan pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. Sebagai media membangun kesatuan di dalam perbedaan.
Pancasila adalah merupakan landasan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh Masyarakat Indonesia. landasan yang mengandung nilai-nilai Universal yaitu nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Dan Keadilan, (Redho Berlian, 21 Mei 2011). Dengan demikian keberadaan pancasila dengan titik tekan kepada 5 point diatas maka kedudukan pascasila sebagai idiologi negara  sudah sangat relevan. Hanya tinggal bagaimana kemudian kita memanifestasikan nilai-nilai pancasila tersebut guna meningkatkan kualitas Indonesia sebagai sebuah Bangsa dan Negara. 
Lalu bagaimana dengan ISLAM? Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa tujuan dari perjuangan nII adalah untuk menjadikan Islam beserta hukumnya sebagai satu-satunya landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. sebagaimana termaktub di dalam teks proklamasi  NII terdapat kalimat sebagai Berikut “...menjatakan berdirinja, Negara Islam Indonesia maka hoekoem jang berlaku atas NII itu, ialah hoekoem Islam”.  Apakah benar hukum-hukum Islam  telah membackup setiap jiwa yang berada di Indonesia, telah sesuai dengan kondisi sosiologis bangsa Indonesia.
Sebagaimana telah kita sepakati pada bagian sebelumnya bahwa ISLAm adalah Ajaran, dalam proses penerimaan hingga pada proses internalisasi dan praktek dari ajaran-ajaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor utama diantaranya adalah ;
1.      Penafsiran
2.      Subjektifitas individu sasaran (penerima Ajakan)
3.      Kondisi atau keadaan politik
4.      Dan political wil.
Berdasarkan ke -4 hal diatas, maka ketika Hukum Islam menjadi satu-satunya sumber hukum di Indonesia dengan berbagai keberagamananya maka hal tersebut justru akan merampas hak-hak oranglain, hak atas kebebasan dan keadilan. Sebagaimana yang telah di sampaikan secara tegas pada teks pancasila sila ke 5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Perlu kita ingat kembali, bahwa sebelum Islam masuk Ke indonesia juga telah terdapat beberapa agama lain yang telah di anut oleh bangsa Indonesia, yaitu agama Kristen, Hindu dan Budha. Kita melihat bahwa sesungguhnya setiap warga negara Indonesia sama-sama telah di ajarkan akan bagaimana caranya meng-ESA-kan TUHAN, hanya kemudian proses penafsiran, subjektifitas, keadaan politik, serta political wil membuat tuha-tuhan tersebut mempunyai nama-nama yang berbeda. Tergantung kepada siapa yang menafsirkan dan siapa yang meyakininya. Ada yang bernama ALLAH, YESUS, dan sebagainya. 
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa seorang warga negara Indonesia tidak dapat dikatakan tidak ber-TUHAN ketika Tidak memanggil TUHANnya dengan sebutan ALLAH. Dan pancasila sebagai dasar negara Indonesia kemudian menjelaskan dengan tegas mengenai keadilan akan kebebasan bagi setiap orang untuk memilih dan menyebut TUHANnya sesuai dengan keyakinannya masing-masing, sebagaimana termaktub dalam sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan yang Maha Esa”.
Pancasila dengan ke 5 nilai-nilai universal sebagaimana di sampaikan oleh saudara Redo pada bagian sebelumnya,  mengatur dengan baik bagaimana hubungan antar sesama manusia, sehingga kemudian di negara yang sangat plural ini Pancasila sangat relevan dan karena pancasila sudah mengatur mengenai ketuhan yang berkaitan dengan keyakinan, pancasila mengatur hubungan manusia (berkaitan dengan kemanusiaan),  pancasila mengatur bagaimana menghargai setiap perbedaan (berkaitan dengan persatuan), pancasila mengatur sistem ketatanegaraan (berkaitan dengan rakyat dan pemerintahan), dan yang terakhir pancasila mengatur dengan baik mengenai kesetaraan dan persamaan hak (berkaitan dengan keadilan). Jadi sudah jelas sekali betapa pentingnya internalisasi nilai-nilai pancasila serta penerapannya pada kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. sementara Islam, Islam sangat relevan Soal kemanusiaan, tapi tidak soal kemanusiaan. Karena manusia hanya biacar pada satu golongan saja, satu kelompok saja. Dan hanya menghalalkan satu nama TUHAN. Maka Islam belum relevan di negara yang sangat plural seperti Indonesia.
KESIMPULAN
sebagai seorang Muslim, sebagaimana di sampaikan M Isa Anshary, sayapun mengnginkan tegaknya Nilai-nilai Islam tersebut, sehingga Umat Islam di seluruh Indonesia dapat bersikap dan berprilaku sebagaimana ajaran al-Qur’an dan hadits. Akan tetapi Alqur’an adalah panduan hidup bagi setiap individu yang mengaku sebagai muslim dimanapun dia berada. Sedangkan pancasila adalah panduan hidup bagi seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
sebelum saya menutup tulisan ini, saya ingin mempertegas kembali, bahwa tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kita akan kejahatan. Setiap agama mengajarkan kita pada kebajikan. Jadi kenapa kita masih mempersoalkan nama TUHAN kita. siapapun TUHAN-nya bukankah dia memerintahkan kita untuk melakukan kebajikan.
Hihi

3 komentar:

  1. Tw dak latar Belakang aku ngasih judul iko......

    BalasHapus
  2. ia apa emang? kemaren niat ganti judul sieeh tapi kayaknya judul itu cukup relevan terhadap pemikiranku

    BalasHapus

diharapkan komentar yang membangun, tidak mengandung kekerasan berbasis syara' dan gender.