Jumat, 10 Juni 2011

TEORI ALIRAN INFORMASI



Informasi tidak mengalir dan tidak bergerak. Sesungguhnya yang terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi penyampaian, dan penciptaan penyampaian lainnya. Proses peristiwa hubungan yang bergerak dan berubah secara berkesinambungan adalah dinamik. Aliran informasi dalam suatu organisasi adalah suatu proses dinamik yang pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan, dan diinterpretasikan.
Guetzkow menyatakan bahwa aliran informasi dalam suatu organisasi terjadi dengan tiga cara : serentak, berurutan, atau kombinasi dari kedua cara. Pola dalam aliran komunikasi dibagi menjadi pola roda dan lingkaran. Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh kepada individu di posisi sentral. Dalam hal ini ada seseorang yang memegang kendali dalam proses informasi. Dimana orang tersebut adalah satu-satunya sumber informasi untuk setiap kebutuhan akan informasi yang ada di organisasi tersebut. Sebagai contoh, Biasanya dalam sebuah organisasi ada seorang yang ditunjuk untuk menanggungjawabi pengelolaan database. Ketika anggota organisasi ataupun pihak luar membutuhkan data maka penanggungjawab inilah yang akan menjadi komunikannya (Rosita Mulya Ningsi, Juni 2011).
Pola lingkaran adalah pola yang memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan lain melalui sistem pengulangan pesan. Dalam proses komunikasi dengan pola lingkaran ini setiap orang bisa saja menjadi sumber informasi, hanya tinggal dilihat lagi bagaimana aliran informasi tersebut terjadi di dalam sebuah organisasi
Arah aliran informasi dibagi menjadi komunikasi menjadi :
1.      ke bawah, informasi yang mengalir mengikuti arah ini adalah jenis informasi yang biasanya bersifat instrunktif dari atasan kepada bawahannya. Sebagai contoh seorang direktur utama akan menyampaikan suatu informasi kepada bawahannya untuk kemudian bawahannya melakukan sesuatu sesuai dengan isi pesan tersebut.
2.      ke atas, berbeda dengan informasi yang di atas, kalau arah informasi yang mengalir ke atas biasanya bersifat instrunktif. Akan tetapi pada proses ini pesan yang di sampaikan berupa laporan pertanggungjawaban, atau rekomendasi.
3.      horisontal, pada informasi yang mengalir secara horizontal informasi yang disampaikan biasanya adalah berupa informasi yang berkaitan dengan share atau pertukaran informasi proses-proses pencapaian tujuan organisasi.
4.       lintas-saluran. Sedangkan untuk informasi yang mengalir berdasarkan lintas saluran cenderung memuat ketiga hal tersebut di atas. Contoh sebuah organisasi mendiskusikan suatu permasalahan atau rencana diawali dengan diadakan diskusi antara executive of board setelah itu hasil diskusi mereka disampaikan ke manager tiap divisi yang setelah itu di sampaikan lagi ke staff-staffnya
.
Ketika pola-pola komunikasi tersebut kemudian dilaksanakan dengan baik maka proses pelaksanaan aktivitas-aktivitas organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja maupun produktifitas organisasi akan berjalan dengan baik.
Di dalam teori ini di tegaskan, bahwa sebuah organisasi akan berjalan sebagaimana mestinya, jika informasi mengalir dengan baik kepada seluruh element penggerak organisasi. Sehingga kemudian setiap orang akan mampu beraktifitas sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Dengan demikian tidak akan ada pekerjaan yang terbengkalai. Karena setiap anggota/karyawan tahu pasti apa yang harus dialakukannya dalam proses pencapaian target organisasi.


brata ashia

brata ashia

MEMAHAMI TEORI IKLIM KOMUNIKASI

Oleh : Rosita Mulya Ningsi

            Redding mengatakan iklim komunikasi organisasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam organisasi untuk menunjukkan kepada anggota organisasi bahwa organisasi tersebut mempercayai mereka dan memberi mereka kebebasan dalam mengambil resiko; mendorong mereka dan memberi mereka tanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas mereka dan menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang organisasi; mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota organisasi; secara aktif memberi penyuluhan kepada para anggota organisasi sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan-keputusan dalam organisasi; dan menaruh perhatian pada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. (Pace dan Faules, 2002: p.148)
            Berdasarkan dengan defenisi yang disampaikan redding diatas, dapat diartikan bahwa kualitas dari aktivitas sebuah organisasi akan sangat bergantung pada iklim komunikasi di dalam organisasi tersebut. Gerald M. Goldhaber dalam buku Organizational Communication (komunikasi organisasi)  menyatakan iklim komunikasi terdiri dari lima faktor:
1.      Dukungan Karyawan, untuk membuat iklim komunikasi di dalam sebuah organisasi terasa menyenangkan bagi seluruh anggota organisasi maka diperlukan dukungan dari karyawan atau anggota. Bagaimana karyawan memandang bahwa komunikasi dengan atasan itu penting untuk mendukung aktivitas-aktivitas pelaksanaan program guna pencapaian tujuan organisasi.
2.      Kesertaan dalam proses keputusan, kesertaan seluruh anggota dalam setiap keputusan dalam organisasi menjadi sangat penting untuk mendukung lahirnya iklim komunikasi yang menyenangkan. Beberapa keuntungan yang dapat di rasakan jika seluruh anggota organisasi terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan organisasi diantanya adalah ;
·               Keputusan akan lebih mudah dipahami dan di mengerti oleh seluruh anggota.
·               Kapasitas protes dan penolakan  akan lebih minim karena semua anggota merasa terlibat dalam proses keputusan.
3.      Kejujuran, percaya diri, dan keandalan. Iklim organisasi suatu organisasi akan menjadi baik, jika komunikator (penyampai) pesan komunikasi organisasi tersebut dianggap dapat dipercaya serta dapat diandalkan.
4.      Terbuka dan tulus, iklim komunikasi organisasi juga akan sangat di pengaruhi oleh keterbukaan dan ketulusan dari komunikan dan komunikator (pendengar dan penerima).
5.      Tujuan kinerja yang tinggi, karyawan/anggota memahami dengan baik mengapa dia harus meningkatkan kinerjanya. Sehingga karyawan dan anggota merasakan pentingnya tujuan tersebut dan harus meningkatkan kinerjanya untuk meningkatkan produktivitas dari organisasi.

            Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa iklim komunikasi sangat bergantung pada, keterbukaan, proses pembuatan keputusan bersama, kepercayaan dan pemahaman akan tujuan bersama serta perasaan memiliki tujuan tersebut.

Kamis, 09 Juni 2011

NII dalam PERSPEKTIF KEISLAMAN DAN KEINDONESIAAN


oleh : Rosita Mulya Ningsi
Juni 2011

Negara islam Indonesia (NII) diproklamirkan pada tanggal 7 agustus 1949 oleh S.M Kartosoewirjo sebagai proklamatornya. Dengan teks proklamasi yang tidak jauh berbeda dengan teks proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia. yaitu sebagai berikut.
Bismilllahhirrahmanirrahim
Asjahadu Allailhaillah wa asjahdu Anna Moehammadarasullullah
Kami oemat Islam bangsa Indonesia menjatakan berdirinya, Negara Islam Indonesia maka hoekoem jang berlaku atas NII itu, ialah hoekoem Islam. Alhuakbar, Alhuakbar, Alhuakbar
Atas nama oemat Islam bangsa Indonesia

Imam NII
Ttd
(S.M Kartosoewirjo)
Madina-indonesia 12 syawal 1368/7 agustus 1949

Di dalam teks proklamasi tersebut terlihat jelas bahwa tujuan utama dari berdirinya NII adalah  untuk menegakkan hukum islam sebagai satu-satunya hukum yang berlaku dalam tatalaksana kenegaraan.
Selain itu pula dalam teks proklamasi tersebut tertulis kata, “kami oemat islam bangsa Indonesia” yang artinya bahwa negara tersebut hanyalaha diperuntukkan bagi umat islam saja. Secara geografis NII berpusat di Jawa barat dengan imam yaitu S.M kartosoewirjo, hingga beliau di hukum mati pada tahun 1962. Akan tetapi mengenai batasan wilayah NII itu sendiri tidak diketahui dengan pasti dari mana hingga sampai dimana. Bahkan ketika S.M Kartoseowirjo dihukum gantung sebagai pemberontak.
Ada beberapa hal yang kemudian perlu kita tilik kembali, ketika mendefenisikan kata Islam Indonesia sebagai Negara. Ada beberapa unsur yang sangat penting di dalam sebuah negara, unsur-unsur yang hanya di miliki oleh organisasi lain selain negara. Unsur-unsur tersebut ada yang bersifat konstitutif dan deklaratif.
Adapun unsur konstitutif adalah unsur yang mutlak ada di dalam suatu negara, adapun unsur-unsur konstitutif adalah sebagi berikut:
1.      Harus ada rakyat
2.      Harus ada wilayah tertentu
3.      Harus ada pemerintahan yang berdaulat
Ketiga unsur di atas bersifat mutlak dan harus ada, ketika satu saja dari unsur tersebut tidak terpenuhi maka sebuah organisasi tidak dapat disebut sebagai negara. Lalu bagaimana dengan NII? Seperti yang sudah saya coba paparkan diatas, saya belum menemukan bahwa NII menyatakan tempat dan kedudukan wilayah yang merupakan tempat bagi NII itu sendiri. Sebagaimana di dalam teks proklamasi NII terdapat kata sebagai berikut “ Kami Oemat Islam Indonesia..” Umat muslim indoneisa yang mana? Yang berada dimana? Seperti kita ketahui bahwa NII pertama kali berkembang di jawa barat, apakah kemudian Wilayah Teritorial NII itu adalah jawa barat? Loh bukankah di dalam perjanjian linggarjati di sebutkan bahwa wilayah Indonesia adalah pulau jawa sumatera dan madura. Dengan demikian berarti NII berada di dalam kedaulatan wilayah Indonesia, dengan kata lain Bahwa NII tidak mempunya Wilayah dan belum layak di sebut negara.
Memang kemudian perjanjian linggarjati di khianati, akan tetapi bukan berarti kemudian ada pernyataan resmi ataupun fakta yang mengatakan bahwa jawa Barat di kuasai oleh NII, karena pada tahun 1949 jawa barat justru di kuasai oleh tentara belanda. Dan kalau memang pada waktu itu harus ada negara di jawa barat maka penguasa wilayah waktu itulah yang dapat mendirikan negara di sana (itu logikanya).
Yang perlu juga di ingat adalah ada  upaya nyata bahwa Negara Indonesia tetap ingin mempertahankan jawabarat sebagai bagian dari Negara Indonesia. hal itu di manifestasikan dengan dilaksanakannya konferensi Meja Bundar yang kemudian mengubah RI menjadi RIS dengan wilayah RIS adalah semua daerah bekas jajahan hindia belanda kecuali papua bagian barat. (isi perjanjian KMB 19-23 Agustus – 2 November 1949). 
Dengan demikian jelaslah sebenarnya belumlah tepat kalau NII mendeklarasikan dirinya sebagai negara. Selanjutnya ada syarata lain juga yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi sehingga kemudian layak disebut organisasi, yaitu syarat deklaratif dimana syarat deklaratif addalah merupakan penngakuan akan negara tersebut oleh negara lain. Sehingga dengan demikian negara tersebut dapat melaksanakan kerjasama bilateral dengan negara-negara lain di dunia. Pertanyaannya sudahkan NII memiliki itu? Atau kata Negara yang terdapat di Sebelum kata Islam Indonesia tersebut hanya klaim belaka. Karena seperti kita ketahui Imam NII S.M Kartosoewirjo di hukum mati oleh pemerintahan negara Indonesia karena dianggap sebagai Pemberontak. Itu berarti sampai sejauh ini NII belum memenuhi syarat deklaratif tersebut.
Berdasarkan analisa diatas maka kemudian kita dapat menyimpulkan bersama, bahwa NII sesungguhnya belum tepat untuk mengklaim dirinya sebagai sebuah negara. Dikarenakan NII belum memenuhi Unsusr-unsur yang harus di miliki oleh sebuah negara. Maka akan jauh lebih baik sebenarnya ketika teman-teman yang menjadi aktivis NII itu mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi dengan baground agama.
NII dalam perspektif ke-ISLAMAN
Sampai sejauh ini,  mari kita mencoba mengurai kembali, mengapa NII lebih tepat menjadi Organisasi ketimbang menjadi negara. Sebagaimana di ungkapkan oleh M. Isa anshary pada redaksi majalah hikmah pada tahun 1951 “tidak ada seorang muslimpun, bangsa apa dan dimanapun yang tidak bercita-cita darul islam hanya orang yang bejat moral, iman dan islamnya yang tidak menyetujui negara islam indonesia”. mari kita cermati pernyataan beliau tersebut, tidak ada seorang muslimpun dan seterusnya  hanya Orang yang bermoral Bejad dan seterusnya bahwa disana sebenarnya dapat kita lihat, apa sasaran utama dari keberadaan NII tersebut, Yaitu terwujudnya Darul Islam. Lahirnya tatanan masyarakat yang berlandaskan pada aturan dan ajaran islam. Lalu apakah benar, dengan adanya NII bahwamasyarakat Indonesia akan Berprilaku Islami?
Menyikapi hal tersebut, maka saya dan beberapa orang teman melakukan diskusi dengan tujuan menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan di atas. Gemini Van Royen (21 Mei 2011) salah seorang teman yang tampil dan menyampaikan pemikirannya. Mencoba menguraikan pandangan beliau mengenai hal tersebut. Beliau mencoba mengurai kedua hal yang berbeda antara ISLAM dan INDONESIA.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ISLAM adalah Agama, dan INDONESIA adalah negara. Islam sebagai agama, maka muatan-muatan yang terkandung di dalamnya adalah berupa ajaran, ajaran yang berisi ajakan. Ajakan untuk meng-ESA-kan Tuhan. Dan ajaran itu di peruntukkan untuk seluruh manusia, siapapun manusianya. Dimanapun manusianya. Proses peng-ESA-an Tuhan tersebut kemudian menuntut keyakinan dari si pemilik Tuhan itu. Yang artinya bahwa seseorang akan benar-benar meng-ESA-kan tuhannya ketika dia benar-benar yakin, benar-benar percaya bahwa Tuhan Itu Esa atau bahkan dia perlu meyakinkan dirinya dulu bahwa tuhan itu benar-benar ada.
Maka tidak serta merta dapat dipaksakan bahwa TUHAN yang satu itu bernama ALLAH. Karena tidak semua orang memiliki keyakinanan yang sama.  Akan tetapi ALLAH adalah Tuhannya yang ESA bagi seluruh Umat muslim di seluruh dunia, tidak terkecuali Di Indonesia.   Akan tetapi persoalan yang kemudian muncul adalah banyak sekali umat Islam yang tidak terislamkan (Khairizo Oktora).dan oleh karena itu harus ada aktivitas nyata yang dilakukan untuk mempertegas eksistensi keislaman seorang umat islam dalam kehidupannya. Bagaimana caranya? Disanalah sesungguhnya peran nII, dimana ketika dia memposisikan dirinya sebagai organisasi dan bukan negara maka dia bisa melakukan proses hegemoni budaya-buday islam, melakukan kampanye perubahan prilaku umat islam di Indonesia menjadio lebih islami. nII dapat memainkan perannya sebagai pelaku dari pembangunan karakter umat islam sebagaimana yang diatur di dalam kitab suci ajaran Islam yaitu alQur’an. Dengan begitu proses memperbaiki bejadnya moral, tipisnya iman serta minimnya pengetahuan Islam sebagaimana yang di ungkapkan oleh M Isa Anshary tersebut dapat benar-benar terealisasi.
Dari analisa tersebut, kemudian dapat kita simpulkan bahwa dalam perspektif ISLAM, yang diawal telah kita sebutkan sebagai ajaran, nII adalah sebuah organisasi, organisasi apa? Organisasi yang bertujuan untuk mningkatkan pengetahuan keislaman, meningkatkan iman seseorang sehingga kemudian mampu berprilaku Islami dan memiliki akhlak dan moral yang mulia. Itu adalah cita-cita yang mulia tentunya, ketika perwujudan cita-cita tersebut juga dilakukan dengan tindakan-tindakan yang juga mulia. Maka Indonesia sebagai negara dimana nII berada di wilayah hukumnya berkewajiban untuk menjamin dan memfasilitasi  pergerakan dan perjuangan organisasi tersebut.
Akan tetapi juga sebaliknya, ketika dalam pergerakan dan proses advokasinya kemudian nII dirasakan dan di nilai akan membahayakan kedaulatan negara Republik Indonesia, menyakiti dan merampas hak atas keadilan dan kesetaraan bagi warga negara serta melanggar Undang-undang serta ketentuan formal yang berlaku Di Indonesia maka Indonesia harus bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan demikian akan ada sinergisitas yang baik antara dua kepentingan tersebut, yaitu kepentingan Indonesia sebagai negara dan nII sebagai Organisasi.
NII dalam perspektif ke-INDONESIAAN
Sebagaimana di ungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa ISLAM dan INDONESIA adalah dua hal yang sangat berbeda, dimana Indonesia adalah negara, Negara yang bersifat pluralitas. Negara yang berada di wilayah tertentu dengan berbagai latar belakang sosiologis, sejarah dan sebagainya. Maka dalam keberadaan dan menjaga kedaulatan negara maka Indonesia memerlukan suatu landasan yang mampu mempersatukan setiap perbedaan yang ada. Landasan yang mampu membangun kesepahaman atas keberagaman tersebut sehingga dapat sama-sama berjalan ke arah satu tujuan yaitu mempertahankan negara Republik Indonesia. menyikapi hal tersebutlah kemudian founding father  negara republik Indonesia, merumuskan pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. Sebagai media membangun kesatuan di dalam perbedaan.
Pancasila adalah merupakan landasan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh Masyarakat Indonesia. landasan yang mengandung nilai-nilai Universal yaitu nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Dan Keadilan, (Redho Berlian, 21 Mei 2011). Dengan demikian keberadaan pancasila dengan titik tekan kepada 5 point diatas maka kedudukan pascasila sebagai idiologi negara  sudah sangat relevan. Hanya tinggal bagaimana kemudian kita memanifestasikan nilai-nilai pancasila tersebut guna meningkatkan kualitas Indonesia sebagai sebuah Bangsa dan Negara. 
Lalu bagaimana dengan ISLAM? Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa tujuan dari perjuangan nII adalah untuk menjadikan Islam beserta hukumnya sebagai satu-satunya landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. sebagaimana termaktub di dalam teks proklamasi  NII terdapat kalimat sebagai Berikut “...menjatakan berdirinja, Negara Islam Indonesia maka hoekoem jang berlaku atas NII itu, ialah hoekoem Islam”.  Apakah benar hukum-hukum Islam  telah membackup setiap jiwa yang berada di Indonesia, telah sesuai dengan kondisi sosiologis bangsa Indonesia.
Sebagaimana telah kita sepakati pada bagian sebelumnya bahwa ISLAm adalah Ajaran, dalam proses penerimaan hingga pada proses internalisasi dan praktek dari ajaran-ajaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor utama diantaranya adalah ;
1.      Penafsiran
2.      Subjektifitas individu sasaran (penerima Ajakan)
3.      Kondisi atau keadaan politik
4.      Dan political wil.
Berdasarkan ke -4 hal diatas, maka ketika Hukum Islam menjadi satu-satunya sumber hukum di Indonesia dengan berbagai keberagamananya maka hal tersebut justru akan merampas hak-hak oranglain, hak atas kebebasan dan keadilan. Sebagaimana yang telah di sampaikan secara tegas pada teks pancasila sila ke 5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Perlu kita ingat kembali, bahwa sebelum Islam masuk Ke indonesia juga telah terdapat beberapa agama lain yang telah di anut oleh bangsa Indonesia, yaitu agama Kristen, Hindu dan Budha. Kita melihat bahwa sesungguhnya setiap warga negara Indonesia sama-sama telah di ajarkan akan bagaimana caranya meng-ESA-kan TUHAN, hanya kemudian proses penafsiran, subjektifitas, keadaan politik, serta political wil membuat tuha-tuhan tersebut mempunyai nama-nama yang berbeda. Tergantung kepada siapa yang menafsirkan dan siapa yang meyakininya. Ada yang bernama ALLAH, YESUS, dan sebagainya. 
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa seorang warga negara Indonesia tidak dapat dikatakan tidak ber-TUHAN ketika Tidak memanggil TUHANnya dengan sebutan ALLAH. Dan pancasila sebagai dasar negara Indonesia kemudian menjelaskan dengan tegas mengenai keadilan akan kebebasan bagi setiap orang untuk memilih dan menyebut TUHANnya sesuai dengan keyakinannya masing-masing, sebagaimana termaktub dalam sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan yang Maha Esa”.
Pancasila dengan ke 5 nilai-nilai universal sebagaimana di sampaikan oleh saudara Redo pada bagian sebelumnya,  mengatur dengan baik bagaimana hubungan antar sesama manusia, sehingga kemudian di negara yang sangat plural ini Pancasila sangat relevan dan karena pancasila sudah mengatur mengenai ketuhan yang berkaitan dengan keyakinan, pancasila mengatur hubungan manusia (berkaitan dengan kemanusiaan),  pancasila mengatur bagaimana menghargai setiap perbedaan (berkaitan dengan persatuan), pancasila mengatur sistem ketatanegaraan (berkaitan dengan rakyat dan pemerintahan), dan yang terakhir pancasila mengatur dengan baik mengenai kesetaraan dan persamaan hak (berkaitan dengan keadilan). Jadi sudah jelas sekali betapa pentingnya internalisasi nilai-nilai pancasila serta penerapannya pada kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia. sementara Islam, Islam sangat relevan Soal kemanusiaan, tapi tidak soal kemanusiaan. Karena manusia hanya biacar pada satu golongan saja, satu kelompok saja. Dan hanya menghalalkan satu nama TUHAN. Maka Islam belum relevan di negara yang sangat plural seperti Indonesia.
KESIMPULAN
sebagai seorang Muslim, sebagaimana di sampaikan M Isa Anshary, sayapun mengnginkan tegaknya Nilai-nilai Islam tersebut, sehingga Umat Islam di seluruh Indonesia dapat bersikap dan berprilaku sebagaimana ajaran al-Qur’an dan hadits. Akan tetapi Alqur’an adalah panduan hidup bagi setiap individu yang mengaku sebagai muslim dimanapun dia berada. Sedangkan pancasila adalah panduan hidup bagi seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
sebelum saya menutup tulisan ini, saya ingin mempertegas kembali, bahwa tidak ada satu agama pun yang mengajarkan kita akan kejahatan. Setiap agama mengajarkan kita pada kebajikan. Jadi kenapa kita masih mempersoalkan nama TUHAN kita. siapapun TUHAN-nya bukankah dia memerintahkan kita untuk melakukan kebajikan.
Hihi

Rabu, 08 Juni 2011

catatan tentang ibu

pada suatu kesempatan, ketika ibu berhasil memaksaku untuk ikut turun kedapur dan memasak bersamanya....

dan saat aku benar2 enggan memetiki bayam yang akan kami masaka. maka dengan lembut dia berkata...
anakku... jika kamu pikir, aku adalah perempuan masa lalu, yang membiarkan hidupnya terkungkung dan mati rasa... maka mungkin kau benar..
tapi tidak sebenar itu... anakku..
aku juga sama sepertimu.. perempuan masa lalu yang ingin bebas sebagai diriku... aku memasak, melakukan apa yang mereka mau... dan seolah membiarkan diriku ada dalam belenggu mereka... karena hanya memasak, ke kebun, dan mengurus rumah itulah kesempatan yang kumiliki...
sedang yang lainnya aku bahkan tak pernah benar-benar tahu... tapi, taukah kau.. aku membangun posisiku dari butir-butir garam yang kecampur dimasakanku... mengubah duniaku dengan tetes-tetes keringatku... mereka boleh saja berkuasa anakku...
laki-laki masa lalu, laki-laki dalam keidupanku.. mereka mungkin merasa memiliki segalanya.. tapi taukah engkau mereka bahkan tak bisa memulai satu haripun dalam hidup mereka tanpa segelas kopi dariku....

tidak anakku... aku bukan hanya perempuan masa lalu.. tapi aku juga perempuan yang merasakan tangismu... tapi adakah kau tahu....
bahwa apapun yang kulakukan kemarin, detik ini, dan hingga akhirku... adalah untuk menunjukkan bahwa Aku benar-benar ada...
aku manusia dan aku Adalah PEREMPUAN

memasaklah anakku.. dan jadikanlah itu sebagai salah satu kekuatanmu... dan kekuatan yang lain akan menyusul di belakangmu...

dan airmataku benar-benar jatuh...
adakah PEREMPUAN yang lebih mulia darinya?????

sublimisasi budaya patriarki dalam produk-produk media massa


Pendahuluan
Budaya patriarki, adalah budaya yang sudah melekat, di pahami, dianut dan diamalakan oleh hampir seluruh suku di seluruh indonesia. Dimana kemudian budaya inilah yang mengatur secara utuh proses interaksi antara laki-laki dan perempuan di dalam tatanan masyarakat tersebut.
Kemudian budaya patriarki itu dapat di defenisiskan berupa setiap tindakan, tatanan nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat yang secara tekstual maupun kontekstual lebih berpihak pada laki-laki dibanding perempuan. Ada perbedaan-perbedaan yang sangat signifikan di sini anatara laki-laki dan perempuan. Pembagian hak dan kewajiban di dasarkan pada jenis kelamin kodratinya.
Yang kemudian, budaya patriarki inilah yang menjadi akar dari segala akar masalah lahirnya praktek-praktek kekerasan berbasis gender. Yang hingga saaat ini masih merupakan tindak kejahatan tertinggi yang dialami oleh para perempuan di negara kita. Baik yang terjadi di wilayah domestik (rumah tangga) maupun diwilayah publik seperti institusi pendidikan, tempat kerja dan fasilitas-fasilitas sosial sepeti pasar dan sebagainya.
Tidak ada yang tahu secara pasti kapan sebenarnya budaya ini mulai berkembang di dalam masyarakat kita, akan tetapi kemudian budaya inisudah mengakar, mendarah daging dan kemudian tanpa di sadari menjadi idiologi bagi masyarakat bangsa kita.
Kemajuan zaman, globalisasi, modernisasi serta pernyataan serta kenyataan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beragamapun kemudian tidak mengikis eksistensi maupun esensi budaya tersebut di masyarakat kita.
Lalu bagaimana dengan masa sekarang ini? Masa dimana akses terbuka lebar, kesempatan di berikan seluas-luasnya kepada setiap individu di negeri ini. Apakah budaya patriarkis seperti yang kita maksudkan diatas sudah luntur dan hilang dari bangsa kita?

Sublimisasi nilai
Perjuangan untuk mengentaskan proses pemiskinan terhadap perempuan dari berbagai macam praktek-praktek budaya ini sesungguhnya telah dilakukan sejak lama sekali oleh para aktivis perempuan maupun kaum feminis. Di bengkulu sendiri misalnya perjuangan nyata untuk melahirkan masyarakat yang berkeadilan berbasis gender diwujudkan dengan mendirikan lembaga Cahaya Perempuan-WCC, sebagai lembaga yang mendedikasikan dirinya untuk melayani perempuan koran kekerasan berbasis gender. sehingga kemudian perempuan mampu berdaya dan membangun budaya baru di dalam kehidupan domestiknya.
Begitupun di tingkat nasional, kita mengenal banyak sekali tokoh feminis yang dengan lantang meneriakkan keadilan bagi kaum perempuan. Apakah kemudian perjuangan itu benar-benar sudah sampai pada titik yang di harapkan?
Mungkin saja ia, karena sekarang sudah sangat langka kita menemukan perempuan-perempuan sepeti Kartini, ataupun perempuan-perempuan lainnya yang tidak di beri kesempatan untuk memperoleh akses pendidikan maupun terlibat kehidupan-kehidupan di ranah publik.
Ternyata perjuangan kaum feminis belum selesai, budaya patriarki masih saja menjadi budaya yang hingga saat ini masih menancapkan akar-akarnya di bumi bangsa kita. Membangun tembok-tembok maya sebagai benteng dominasi atas kaum perempuan.  Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Apakah perjuangan kaum feminis yang dirintis oleh ibu kita kartini tidak membuahkan hasil apa-apa?
Bukan, bukan tidak membuahkan apa-apa, hanya saja sejauh ini upaya-upaya untuk mempertahankan nilai-nilai patriarkis tersebut justru lebih kuat dibandingkan dengan upaya untuk mengurangi dan mengikis buidaya tersebut dari bangsa ini.
Dapat kita lihat toh, berapa banyak perempuan sekarang yang tampil di hadapan publik, menjadi pemakalah di seminar-seminar besar. Sukses menempuh pendidikan bahkan keluar negeri. Menjadi anggota legislatif, dan banyak lagi hal-hal yang dilakukan perempuan kita. hal-hal yang di zamannya kartini adalah sesuatu yang mustahil telah menjadi aktivitas perempuan.
Tapi keterbukaan aksaes tersebut kemudian tidak berarti membuat perempuan itu bebas dari kungkungan budaya patriarki, bukan berarti perempuan telah menanggalkan posisi subordinatnya. Tidak p[erempuan kita tetap saja di bawah dominasi laki-laki. Proses pembunuhan karakter, pemiskinan dan penguasaan atas diri perempuan secara utuh masih dilakukan hingga sekarang.
Hanya saja yang dilakukan sejauh ini adalah proses sublimisasi, dimana praktek akan nilai-nilai patriarki tersebut kemudian di kemas sedemikian rupa sehingga tanpa disadari proses hegemoni terhadap budaya ini tetap dilakukan hingga detik ini.

Media massa dan rekonstruksi nilai
Dalam proses hegemoni itu, media massa memiliki peran yang sangat besar, dimana kemudian medai massa menjadi pelaku utama rekontruksi nilai-nilai patriarkis ini ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. bagaimana kemudian media massa mengemas dengan sedemikian cantiknya nilai-nilai patriarkis tersebut dalam produk-produk yang dihasilakannya. Baik itu berupa iklan, sinetron, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh misalnya sinetron pesantren rock n’ roll, yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi kita. Kalau kita cermati lagi nila-nilai pesan yang disampaikan oleh sang ustad dalam ceramah-ceramah yang disisipkan dalam pertunjukan sinetron tersebut maka kita akan menemukan banyak sekali praktek-praktek penafsiran agama yang patriarki. dimana keberadaan perempuan sebagai sub-ordinasi dari keberadaan laki-laki.
Fungsi pendidikan, yang dimiliki media massa seyogyanya di gunakan untuk proses mencerdaskan masyarakat. Melahirkan masyarakat yang kreatif, asertif dan mampu bersaing di dunia yang serba global seperti sekarang ini. Tapi dalam prakteknya fungsi itu justru disalah artikan.
Media massa justru menjadi pelaku utama rekonstruksi nilai-nilai patriarkis tersebut. Sehingga kemudian nilai-nilai patriarki tersebut masih saja berkembang dan mengakar di dalam tubuh dan tatanan kehidupan masyarakat dan negara kita.
Ada banyak  faktor yang bisa di inventarisir dari persoalan ini diantaranya adalah:
1.      Adanya kepentingan dari laki-laki untuk mempertahankan posisi ordinat yang secara turun temurun telah di milikinya.
2.      Awak media belum sadar gender
3.      Pengetahuan awak media yang bias gender.
Tiga point diatas hanya beberapa faktor penyuebab saja yang membuat budaya patriarkis masih dipertahankan  dan tetap menjkadi warisan agung yang wajib diberikan kepada generasi-generasi seterusnya. Apakah benar kita sebagai manusia yang percaya bahwa tidak ada seorangpun yang lebih berkuasa selain TUHAN, apakah kita akan membiarkan oranglain kemudian menjadi TUHAN dengan membiarkan dia seenaknya menentukan kodrat orang lain?